Logo Bloomberg Technoz

“Menyangkut dengan metode subsidi sudah rampung yang insya allah akan diputuskan dalam waktu dekat lewat rapat terbatas dan setelah diputuskan lewat rapat terbatas baru kami umumkan,” tutur Bahlil.

Saat ditanya ihwal lebih besar mana porsi blended antara subsidi berbasis kuota/barang dengan BLT, Bahlil enggan menjelaskan lebih lanjut.

“Nanti setelah ratas putus baru saya umumkan baru ketahuan semuanya ya,” ujarnya. “Yang jelas mencari jalan untuk kebaikan semuanya.”

Momentum Tak Pas

Di lain sisi, kalangan ekonom energi berpendapat wacana pengalihan subsidi BBM menjadi BLT akan lebih efektif jika dilakukan pada 2026.

Pemerintah dinilai ‘egois’ jika mengeksekusi wacana tersebut pada 2025, lantaran tidak melihat fakta kondisi ekonomi Indonesia saat ini yang makin terpuruk.

“Kalau misalkan lihat ya mungkin jangan tahun ini sama tahun depan lah ya. Mudah-mudahan ada perbaikan ekonomi, mungkin pada 2026 kalau misalkan kita lihat economic recovery,” kata ekonom energi dari Universitas Padjajaran Yayan Satyakti saat dihubungi.

Yayan menilai utak-atik skema subsidi BBM dinilai makin membebani mayoritas masyarakat Indonesia ke depan, yang sudah terancam beban-beban lain. Ditambah, menurut Yayan, penetapan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5% dinilai kurang cukup mengatrol daya beli masyarakat.  

“Karena dengan situasi permintaan yang lemah, kemudian juga biaya-biaya yang tinggi, sehingga kita agak repot untuk memberikan ruang khususnya agar konsumsi itu bisa bertahan,” tutur Yayan. 

Di sisi lain, pengalihan subsidi BBM menjadi BLT—jika dilakukan secara bertahap dan tidak drastis — sebenarnya dinilai bisa efektif karena daya beli dan pendapatan masyarakat yang turun. Yayan berujar insentif dari pemerintah cukup menolong masyarakat, tetapi hanya untuk golongan menengah bawah dan bawah. 

“Itu pasti akan memiliki impact yang besar ya. Jadi kalau misalkan itu [subsidi BBM] dicabut sepenuhnya, agak mengkhawatirkan juga,” ujarnya.

Menurut Yayan, skema blended yang direncanakan pemerintah—sebagaimana disampaikan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia — tak lain ditujukan agar BBM bersubsidi tepat sasaran.

Permasalahannya, data penerima BLT menjadi persoalan acapkali tidak akurat dan sesuai target. Jika permasalahan data tersebut tidak diatasi, masyarakat golongan menengah ke bawah yang tidak mendapatkan BLT akan tertekan.

“Tapi yang sisanya yang tidak [dapat BLT]  memang relatif sulit untuk dipilih ya ini dan juga mereka agak keteteran kalau misalkan nanti terjadi multi round effect yaitu inflasi. Nah itu juga mungkin bisa diredam.”

(mfd/wdh)

No more pages