“[Pemilik cadangan] yang gede itu Amman dan Freeport. Freeport itu cadangan masih cukup, mungkin extend lagi sama sumber dayanya masih banyak. Untuk Amman, saya rasa yang [cebakan] Elang belum dieksplorasi, belum detail apalagi eksploitasi,” tutur Tri.
Untuk emas, Tri menyebut Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan terbesar di dunia atau menempati posisi ke-6 pada 2023. Di sisi lain, harga emas juga terus melambung seiring dengan tingginya permintaan logam mulia.
“Sekarang ini emas fungsinya untuk cadangan devisa 70%—75% sisanya untuk perhiasan. Akan tetapi, perhiasan 30% jadi tidak akan mendongkrak harga lah. [Hal] yang dongkrak itu apabila cadangan devisa suatu negara dilepas atau suatu negara ingin mengambil devisa berupa emas,” imbuh Tri.
Dari sisi timah, dia mengatakan cadangan Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, tetapi berbanding terbalik dengan kinerja produksi PT Timah (Persero) Tbk (TINS) yang selalu meleset dari target.
Bahkan, Tri membandingkan produksi timah Tanah Air dengan Malaysia yang juga produsen timah, tetapi cadangannya tidak pernah turun.
“Saya itu kalau timah di Indonesia kadang-kadang saya rada prihatin sampai saat ini. Malaysia itu produsen timah juga, tetapi cadangan timah dia enggak pernah turun. Kan berarti timahnya dari mana ini? Maksudnya kan itu jadi pertanyaan juga,” ungkap Tri.
Sementara itu, cadangan batu bara berada di posisi ke-7 dunia. Tri menyebut Indonesia juga merupakan eksportir batu bara termal terbesar di dunia, dengan rerata produksi anual 8,4 juta miliar ton. Lebih dari setengahnya atau 4,3 juta miliar ton dikonsumsi oleh China.
“[Batu bara Indonesia] yang ada di pasar itu sekitar 1,3 miliar ton—1,5 miliar ton. Artinya, kita dengan mengekspor 500 juta ton berarti 40% pasar batu bara dunia sudah di kita,” ujar Tri.
“Tetapi perlu diingat juga kalau batu bara itu ada titik jenuh. Marketnya ya segitu-gitu saja. Maka, apabila kita genjot untuk produksinya, yakinlah harganya akan turun.”
Nikel Tak Cukup
Dari lima komoditas pertambangan yang masih memiliki banyak cadangan itu, nikel diramal tidak akan cukup hingga 2045.
Tri menyebut cadangan nikel Indonesia saat ini menguasai 42% dari total pasokan dunia, dengan produksi bijih sebesar 200 juta ton per tahun. Pada 2045, angka itu diproyeksikan naik menjadi sekitar 5 miliar ton karena tingginya tingkat produksi bijih nikel.
“Kita mau ngomong Indonesia Emas masih 20 tahun lagi. Lima tahun kemudian [cadangan nikel] kita habis, ya ini enggak lucu lah,” beber Tri.
Melihat cadangan nikel yang rawan habis, Tri menjelaskan pemerintah akan mengupayakan menambah cadangan nikel dengan eksplorasi yang dilakukan oleh Badan Geologi di Bandung. Kemudian, pemerintah juga akan memberikan wilayah penugasan kepada BUMN, BUMD, hingga pihak swasta.
Tak hanya itu, pemerintah akan melakukan lelang wilayah yang telah disiapkan dengan melakukan perluasan di daerah yang telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP). “Apabila memang ada potensi kepenerusan sumber daya dan cadangan,” kata dia.
Tri menegaskan, masih banyak potensi yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan cadangan komoditas andalan RI tersebut jika eksplorasi dilakukan secara konsisten.
“PR-nya itu [eksplorasi]. Kita 2045 enggak punya apa-apa itu memungkinakan, tetapi nanti setelah 2045 kita masih eksis itu juga memungkinkan, tergantung eksplorasi hari ini,” jelas Tri.
Di sisi lain, Tri menyayangkan Indonesia yang telah diberikan kekayaan sumber daya alam (SDA), tetapi tingkat eksplorasi masih sangat rendah. Dia menyebut tingkat eksplorasi di negara Asean merupakan yang terendah di tingkat dunia.
“Kalau enggak salah hanya 3% jadi spend untuk eksplorasi di negara Asean itu hanya sekitar US$300 juta setiap tahun. Dari US$300 juta itu, 75% ada di Indonesia, tetapi digunakan oleh perusahaan yang punya izin, bukan greenfield, bukan area baru,” ungkap Tri.
(mfd/wdh)