Dalam kaitan itu, Airlangga juga mengatakan bahwa hal ini disampaikan melalui laporan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), di mana keberhasilan EBT bergantung pada entitas yang bernama PLN.
"Oleh karena itu, PLN harus reformasi, karena sampai hari ini tidak ada satu PLT [pembangkit listrik tenaga] sampah yang jadi. Itu juga karena offtake-nya PLN, padahal kami sudah mendorong PLT sampah Legok Nangka misalnya, itu sudah by process, by design semuanya sudah siap. Nah ini yang menjadi tantangan," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga sempat menyinggung Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo ihwal pembangunan transmisi listrik untuk mengalirkan potensi EBT ke sumber permintaan.
Bahlil menggarisbawahi realisasi bauran EBT dalam ketenagalistrikan nasional baru sebesar 15% atau 13,71 GW dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia mencapai 93 GW.
Indonesia padahal memiliki target bahwa porsi EBT dalam bauran ketenagalistrikan nasional mencapai 23% pada 2025, yang kemudian direvisi menjadi 17%. Menurut Bahlil, realisasi yang jauh dari target terjadi karena jaringan yang belum terhubung.
“Contoh [sumber] EBT ada di Riau, tetapi jaringan listriknya yang belum ada di sana untuk menghubungkan begitu. Kembali lagi ini tugas Menteri ESDM yang baru untuk menyelesaikan bersama-sama PLN. Jadi bukan salah PLN, salah perencanaan kami juga yang salah, tetapi mereka [PLN] lebih banyak salahnya daripada kami,” ujar Bahlil dalam agenda Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024.
(dov/wdh)