Pada intinya, kata Bambang, pemerintah akan memacu penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi primer nasional, dan bahkan tidak menutup kemungkinan targetnya kembali ditingkatkan dari 17% pada 2025. Pemerintah, padahal, sebelumnya menurunkan target itu dari semula sebanyak 23%.
“Nanti kita lihat angkanya, karena ada penyesuaian dari besaran pertumbuhan ekonomi. Itu akan menyebabkan beberapa penyesuaian-penyesuaian. Saya pikir angka-angkanya ya kurang lebih-kurang lebih lah ya,” tutur Bambang ihwal target bauran EBT di RUU EBET.
Tidak hanya draf RUU, Bambang mengatakan, pemerintah telah selesai membahas draf peraturan pemerintah (PP) sebagai turunan dari RUU EBET. “Tinggal penyesuaian-penyesuaian saja, karena ada proses harmonisasi.”
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan proses pembahasan RUU EBET sudah selesai, baik dalam forum rapat Panitia Kerja (Panja) maupun forum Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi.
Namun, masih terdapat satu substansi yang sudah dibahas, tetapi belum disepakati yakni mengenai substansi Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT) atau sewa jaringan.
Eniya menggarisbawahi terdapat kekhawatiran liberalisasi dalam skema PBJT atau sewa jaringan, di mana badan usaha bisa mengalirkan listrik secara langsung ke masyarakat hanya dengan menyewa transmisi milik PLN.
“Itu tidak ada [liberalisasi], jadi ini sudah kita silang, kalau ada sumber yang mau menjual ke konsumen PLN tidak boleh, di wilayah usaha PLN tidak boleh, menjual di wilayah usaha lain langsung ke pelanggan tidak boleh,” ujarnya.
(wdh)