Masalah Nuklir
Terkait dengan rencana memasukkan nuklir ke dalam target bauran energi baru terbarukan (EBT) nasional, Bambang membenarkan prioritas pemerintah terkait dengan penggunaan tenaga nuklir telah bergeser.
Dahulu, lanjutnya, investasi pembangkit nuklir sangat sulit di Indonesia lantaran nuklir masih dipandang sebagai pilihan terakhir dalam bauran energi primer nasional.
“Sekarang ruangnya sudah dibuka kan. Nah, maka itu perlu RUU EBET untuk men-drive itu [penggunaan energi nuklir]. Nanti kita lihat, tetapi [yang jelas] pemerintah punya visi terhadap [sektor] EBT,” tegasnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya mendeklarasikan komitmen pembentukan NEPIO pada agenda International Atomic Energy Agency (IAEA) yang dilaksanakan di Wina, Austria.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan NEPIO nantinya bakal melakukan pengawasan terhadap implementasi nuklir di Indonesia, seiring dengan rencana untuk memulai operasi komersial pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pada 2032.
Eniya mengatakan bahwa Presiden Indonesia bakal menjadi Ketua NEPIO, sementara Kementerian ESDM bisa menjadi Ketua Harian NEPIO. Lalu, NEPIO juga berpotensi memiliki kelompok kerja (pokja) untuk mengidentifikasi perencanaan, pembangunan, keamanan, landasan hukum dan sebagainya.
Dalam kaitan itu, Eniya mengatakan NEPIO sebenarnya tidak wajib dimiliki oleh negara yang bakal mengimplementasi nuklir sebagai pembangkit listriknya.
“Namun, NEPIO ini organisasi yang dibutuhkan di kita, karena bisa mengikat Presiden. Pembangunan [nuklir] pasti akan makan jangka waktu tidak satu periode kabinet, tetapi 2 periode ya. Setidaknya baru masuk on grid itu 2032, jadi masih 9 tahun ke depan,” ujarnya, medio September.
Adapun, nuklir merupakan jenis energi baru yang termaktub dalam RUU EBET, yang hingga saat ini masih dalam tahap menunggu kesepakatan. Eniya mengatakan setidaknya terdapat 3 energi baru yang diidentifikasikan dalam RUU EBET, di antaranya adalah hidrogen, ammonia, dan nuklir.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM sendiri memastikan akan memulai opersi komersial PLTN pada 2032, lebih cepat dari target awal pada 2039, dengan kapasitas 500 MW sebelum secara bertahap ditingkatkan menjadi 9 GW pada 2060.
Rencana tersebut disusun menyusul perkiraan kebutuhan tenaga listrik di Indonesia yang akan terus meningkat sebesar 3,6%—4,2% pada 2024 hingga 2060, yang tertuang dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN).
(wdh)