Logo Bloomberg Technoz

Ketersediaan Pasokan

Dia pun memastikan, jika kebijakan HGBT dilanjut, pasokan gas setidaknya untuk 7 sektor industri yang sudah menjadi pelanggan eksisting untuk mendapatkan gas murah akan mencukupi.

“Kalau ditanya gasnya ada lagi enggak? Loh, kalau dia sudah jadi pelanggan, gasnya ada. Jadi gasnya sudah pasti ada. Tinggal dipastikan nanti keekonomian harganya, sesuaikan.”

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya mengusulkan perluasan industri penerima HGBT, walaupun hingga saat ini tetap diputuskan bahwa hanya 7 industri yang bakal menerima gas murah pasca-2024.

Kebijakan HGBT sedianya tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) No. 91/2023. Lalu, Peraturan Presiden (Perpres) No. 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

HGBT ditentukan serendah US$6/MMBtu untuk 7 sektor industri yang mencakup industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet, yang berlaku hingga pengujung tahun ini.

Pada Mei tahun ini, mantan Menteri ESDM Arifin Tasrif pernah menyatakan kebijakan HGBT akan tetap dilanjutkan pada 2025, tetapi tetap menyasar kepada 7 sektor industri, meski Kemenperin telah meminta perluasan sektor penerima.

“[HGBT] insyallah akan dilanjutkan. Kita juga sedang berupaya membangun lagi infrastruktur gas, supaya bisa dimanfaatkan. Nanti juga bisa jadi jargas dan menggantikan impor LPG. Kalau tidak, devisa kita habis semua, sedangkan kita produksi gasnya akan banyak,” ujar Arifin saat ditemui usai Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional.

Perusahaan Gas Negara (PGAS). (Dok. PGN)

Di lain sisi, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN mendesak pemerintah untuk memastikan efektivitas dan manfaat Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), sebelum benar-benar memutuskan untuk memperpanjang program tersebut selepas 2024.

Corporate Secretary PGN Rachmat Hutama mengatakan, sejak April 2020, perseroan telah menyalurkan gas murah dalam program HGBT kepada berbagai sektor industri dan kelistrikan; sesuai dengan penugasan dari pemerintah.  

Namun, perusahaan gas pelat merah tersebut tidak menampik program HGBT —yang mendistribusikan gas dengan harga paling murah US$6/MMBtu— justru membuat keuntungan perusahaan terkikis.

“Implementasi [HGBT] ini berdampak pada margin perusahaan yang menurun. [Namun], pada prinsipnya, PGN melaksanakan penugasan dari pemerintah untuk mendukung daya saing industri,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, medio Mei.

Rachmat mengatakan penyaluran energi gas bumi yang berkeadilan juga menjadi prinsip kegiatan operasi PGN agar dapat menjaga reliabilitas rantai bisnis gas bumi di sisi hilir dan memberi multiplier effect bagi perekonomian nasional.

“[Akan tetapi], PGN juga berharap agar [pemerintah melakukan] tinjauan terhadap implementasi HGBT dan dampaknya [harus dipastikan] dapat memberikan solusi optimal bagi seluruh pelaku rantai bisnis, serta pendapatan negara,” tuturnya.

Dia pun memastikan, apabila program HGBT memang dilanjutkan selepas 2024, PGN akan tetap menjalankan kegiatan operasional dan investasi utilisasi  gas bumi agar dapat menciptakan manfaat yang makin luas bagi Indonesia.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengestimasikan penurunan penerimaan negara dari selisih harga yang timbul imbas kebijakan HGBT mencapai US$1 miliar atau sekitar Rp15,6 triliun.

Angka tersebut dihitung berdasarkan perkiraan selisih harga yang semestinya diterima negara dari hasil penjualan gas di hulu tanpa kebijakan yang diterapkan sejak 3 tahun lalu itu.

"Saya mencatat jumlahnya pada 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$1 miliar pada potensi penurunan penerimaan negara. Namun, ini masih angka-angka sementara yang masih akan kita lakukan rekonsiliasi lebih lanjut," ujar Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi dalam sebuah diskusi virtual, akhir Februari.

(wdh)

No more pages