Dia menjelaskan, produksi minyak mentah Suriah tergolong kecil dibandingkan dengan negara lain di Timur Tengah, seperti Arab Saudi yang mencapai rata-rata 10 juta bph; Iran dan Irak yang mencapai 3—4 juta bp; serta Kuwait, UAE, dan Oman 1 juta bph.
Adapun, kontribusi Suriah saat ini kurang dari 1% dalam total produksi minyak mentah di Timur Tengah. Berdasarkan data Energy Information Administration (EIA), Suriah menduduki posisi ke-55 secara global dalam hal produksi minyak mentah sejak 2022.
Penurunan produksi minyak di Suriah dipicu konflik yang dimulai pada 2011, yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur energi dan kontrol atas ladang minyak dari berbagai kelompok.
Di sisi lain, sentimen negatif harga minyak mentah datang dari Saudi Aramco yang menurunkan harga jual Januari 2025 ke level terendah sejak 2021, penundaan kenaikan produksi OPEC+ hingga April 2025, dan pelemahan permintaan dari China.
Sejalan dengan itu, kata Oktavianus, permintaan minyak dunia tahun depan diproyeksikan sebanyak 104,3 juta bph pada tahun depan atau hanya tumbuh 1,2 juta bph, berdasarkan estimasi EIA.
“Kami berpandangan disrupsi yang berpotensi terjadi lebih terkait dengan terpecahnya zona kontrol yang lebih kecil dan pergeseran kekuasaan dapat memperburuk fragmentasi, serta berpotensi memicu konflik baru. Selain itu juga, kekuatan besar seperti Rusia dan AS di kawasan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menekan di wilayah tersebut,” tutur Oktavianus.
“Kondisi fundamental minyak mentah secara global sendiri cenderung masih lemah. Akan tetapi, jika ditekankan pada kondisi fundamental minyak Suriah maka ketidakstabilan pemerintahan berpotensi menekan kembali supply dan produksi.”
Respons Sesaat
Analis dari Panin Sekuritas Felix Darmawan menerangkan, dengan terjadinya situasi di Suriah, pasar minyak memang hanya merespons sesaat. Fundamental pasar minyak masih lebih dibayangi oleh sentimen permintaan China yang masih lemah.
Meskipun Indonesia tidak terlibat langsung dalam konflik ini, ketegangan geopolitik yang ditimbulkan di kawasan Timur Tengah bisa mempengaruhi stabilitas pasar global, termasuk harga energi dan arus investasi.
“Ketidakpastian yang muncul dari ketegangan ini dapat mengganggu pasokan energi dan meningkatkan volatilitas harga minyak. Terlihat jika harga minyak mentah global [Brent] naik 1,5% ke level US$72/barel kemarin,” ujar Felix.
Sedikit berbeda, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menilai konflik Suriah akan menguntungkan Indonesia karena investor asing akan menanamkan modalnya di Tanah Air karena kondisi ekonomi-politik Indonesia yang stabil.
“Ya ke Indonesia karena Indonesia ini kan politiknya bebas aktif. Pada saat negara-negara berkecamuk perang ya tapi Indonesia tidak,” ucap Ibrahim.
Hari ini, minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari turun 0,4% menjadi US$68,11 per barel pada pukul 7:30 pagi di Singapura. Brent untuk pengiriman Februari ditutup naik 1,4% menjadi US$72,14 per barel pada penutupan Senin.
Akhir pekan lalu, Presiden Suriah Bashar al-Assadtelah telah meninggalkan Damaskus, setelah pasukan pemberontak memasuki ibu kota, menyusul invasi teritorial yang mengejutkan selama beberapa hari terakhir.
Penggulingan penguasa lama itu mengirimkan gelombang kejut ke seluruh Timur Tengah dan akan menjadi pukulan telak bagi Rusia dan Iran, pendukung asing utamanya.
Kelompok pemberontak Hayat Tahrir Al-Sham mengatakan di Telegram bahwa mereka telah memasuki Damaskus. Militer dan pasukan keamanan Suriah telah meninggalkan bandara Damaskus, kata AFP, mengutip Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, yang melacak konflik tersebut.
Pada Minggu pagi, AFP mengutip pernyataan kelompok pemberontak bahwa mereka telah merebut Homs, sebuah kota yang hanya berjarak dua jam berkendara dari istana Assad di Damaskus.
Runtuhnya pertahanan pemerintah Suriah secara cepat telah mengejutkan Rusia, Iran, AS, dan Israel. Pada 2015, Rusia dan Iran datang membantu Assad dan membantu membalikkan keadaan dalam perang Suriah, tetapi Teheran dan Moskwa kini terbebani oleh konflik di Timur Tengah dan Ukraina.
Hal itu membuat tidak jelas apakah Assad dapat mengalahkan serangan terhadap Damaskus dan memastikan kelangsungan hidup pemerintahannya.
(wdh)