Pada saat yang sama, arus keluar modal asing masih belum terjeda. Setelah pada November, asing hengkang dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) hingga Rp18,5 triliun serta dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) lebih dari Rp13 triliun, di tengah arus masuk di bursa saham yang masih minim, mempertahankan bunga acuan di level saat ini akan membantu menjaga agar tekanan jual tidak kian besar.
Analis memprediksi, BI rate masih berpeluang dipangkas tahun depan sebesar 50 bps pada semester 1-2025 dan 25 bps di semester berikutnya.
"Dengan catatan, [peluang] pemangkasan pada paruh kedua tahun depan akan kondisional terhadap tekanan inflasi apakah melebihi batas atas target inflasi di 3,5%," kata Lionel Priyadi, Fixed Income and Market Strategist Mega Capital Sekuritas.
Selisih imbal hasil surat utang 2 tahun dan 10 tahun yang makin menyempit juga mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek perekonomian RI dan pasar keuangan dalam jangka pendek.
"Sebagian investor global tampak menjual investasi yang sudah menguntungkan mereka di pasar emerging, seperti di Indonesia, karena masih ada kekhawatiran akan ekonomi global," kata Myrdal Gunarto, analis Maybank Indonesia.
Hari ini, yield SUN diperkirakan masih akan naik untuk tenor pendek ke kisaran 6,90%-6,95%. Sementara tenor menengah diramal akan bergerak naik juga ke kisaran 6,95%-7,00%.
Pemerintah juga akan menggelar lelang SUN pada hari ini dengan target indikatif Rp22 triliun serta maksimal penjualan Rp33 triliun.
Di tengah situasi pasar yang cenderung suram, minat investor dalam lelang hari ini diperkirakan stagnan di kisaran Rp28 triliun hingga Rp32 triliun.
Berkaca pada lelang SRBI pada Jumat lalu, nilai permintaan meningkat hingga 70%. Sementara pada lelang sukuk pekan lalu, permintaan masih turun tipis 1%.
Pada pembukaan pasar Selasa, yield SUN-2Y bergerak di 6,88%, lalu tenor 5Y naik tipis ke 6,87% dan tenor 10Y di 6,93%. Adapun tenor 20Y di 7,11%.
Bunga global tinggi
Dua hal yaitu prospek bunga acuan AS serta risiko defisit fiskal Negeri Paman Sam, menjadi dua faktor yang mengubah total arah kebijakan bank sentral ke depan.
Bank Indonesia yang semula memprediksi akan terjadi penurunan Fed Fund Rate sebesar 75-100 bps pada 2025, kini memperkirakan penurunannya hanya sebesar dua kali saja tahun depan.
Dengan mengasumsikan FFR pada Desember kembali dipangkas 25 bps, ditambah prediksi dua kali penurunan lagi, maka tingkat bunga acuan AS diperkirakan akan ada di kisaran 3,75%-4% pada 2025.
Sementara kebijakan ekspansif Trump akan mendorong kebutuhan belanja lebih banyak hingga mengerek tingkat defisit fiskal negeri terbesar itu ke level 7,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dari tadinya di level 6,5%, menurut hitungan BI.
"Defisit fiskal AS yang tinggi mendorong penerbitan surat utang lebih banyak. Bila surat utang terbit lebih banyak, yield akan naik di mana saat ini sudah naik. Tadi ada kata-kata yield Treasury tidak turun malah kembali meningkat dalam jangka pendek maupun panjang kami prediksi tenor 2Y yang pernah di 3,7% bisa naik ke 4,5% tahun depan, sedangkan UST-10Y kemungkinan naik ke 4,7%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Dana global akan kembali tersedot ke AS dan melambungkan lagi pamor dolar AS. Indeks dolar AS kini sudah di atas 106. "Ini proses yang dinamakan mulai mengarah keseimbangan baru," kata Perry.
Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson, menilai, peluang penurunan BI rate pada Desember sudah pupus bila melihat nada BI pada pertemuan terakhir bulan lalu.
"Meski BI bilang terus mencari peluang pemangkasan suku bunga, namun menurut kami langkah selanjutnya bisa ke arah lain, yakni kenaikan. Kami tidak menutup kemungkinan ada kenaikan BI rate dalam 12 bulan ke depan jika kekuatan dolar AS mulai menguras likuiditas atau perkembangan geopolitik memantik risk-off," katanya.
Ekonom juga meragukan akan ada peluang penurunan BI rate pada semester 1-2025. Pasar global kemungkinan akan lebih bergejolak pada periode tersebut sejurus dengan Trump yang dilantik resmi dan mulai mewujudkan janji-janji kampanyenya.
(rui)