Bloomberg Technoz, Jakarta - Kala proses merger dua emiten telekomunikasi PT XL Axiata dan PT Smartfren Telecom terus bergulir, kondisi internal EXCL dipenuhi gejolak. Mulai dari pengumuman mundur sosok CEO, Dian Siswarini yang mengajukan pengunduran diri, bersamaan dengan gelombang cuti massal, seperti dikabarkan Serikat Pekerja XL Axiata (SPXL).
SPXL meminta kejelasan informasi seputar nasib karyawan pasca proses merger antara EXCL dengan FREN. Di tengah dorongan karyawan guna kejelasan nasib mereka, Dian Siswarini mengajukan ‘resign’ sebagai CEO sekaligus Presiden Direktur.
Dian Siswarini telah memimpin XL Axiata selama 9 tahun. Perempuan lulusan Harvard Business School dan Intitut Teknologi Bandung (ITB) itu pernah menduduki jabatan penting termasuk sebagai Direktur dan Chief Digital Service Officer.
Jelang akhir pekan lalu, tepatnya hari Selasa (3/12/2024), surat pengunduran diri Dian diterima oleh manajemen, yang disampaikan Corporate Secretary XL Axiata Ranty Astari Rachman karena alasan pribadi.
Dian Siswarini baru akan resmi tidak lagi menjadi presiden dan CEO XL Axiata sudah mendapatkan restu pemegang saham dalam RUPS.
Dian Siswarini belum merespons saat dimintai keterangan atas dampak lanjutan dengan pengunduran dirinya minggu lalu.
Lantas, pada 5 Desember SPXL membuat pengumuman cuti massal sebagai bentuk harapan agar manajemen memberi perhatian atas nasib karyawan. Serikat pekerja melabeli aksinya dengan tagar #MergerYangBener.
“Kami berharap manajemen @xlaxiata_tbk @thisisaxiata dapat memberikan perhatian penuh pada kesempatan ini, karena keberhasilan kita ke depan sangat bergantung pada seberapa baik kita menjaga keseimbangan kewajiban bekerja dan pemenuhan hak karyawan,” tulis SPXL melalui akun media sosial @spxl_reborn.
Bulan Mei silam kesempatan kedua perusahaan, yang telah lama disebut akan bersatu, memberi keterangan berupa kesepakatan memorandum of understanding (mou) yang tidak mengikat dari masing-masing pemegang saham.
XL Axiata diwakili oleh Axiata Group Berhad. FREN diwakili PT Wahana Inti Nusantara (pengendali), PT Global Nusa Data, dan PT Bali Media Telekomunikasi.
Seluruh pihak menyebut tengah menyiapkan entitas gabungan, MergeCo, yang tujuan memberi manfaat bagi pemangku kepentingan dan sektor telekomunikasi dan, “dengan lebih efektif mendukung aspirasi dan kebutuhan digital Indonesia.”
Dalam perkembangannya, beredar kabar di pasar keuangan bahwa , PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (terafiliasi dengan Smartfren dan grup Sinarmas) akan menjadi pihak yang akan melakukan tender offer saham MergeCo atau entitas hasil merger dua perusahaan telekomunikasi itu.

Octavianus Audi dari Kiwoom Sekuritas memandang merger XL-FREN dan menjadi satu entitas bernama MergeCo, meningkatkan nilai tambah kedua perusahaan di tengah industri telekomunikasi yang kompetitif. Ia menyinggung efisiensi operasi Base Transceiver Station (BTS).
Pada satu sisi, merger menjadikan XL Axiata berpeluang lebih efektif untuk menjadi pengendali. “Di sisi lain, FREN juga akan diuntungkan dengan akses sumber daya yang membantu pertumbuhan dan ekspansi,” jelas Audi.
Bulan April kabar keduanya bakal merger dilaporkan oleh Bloomberg News dan jika proses berjalan lancar, akan menghasilkan sebuah perusahaan baru dengan valuasi US$3,5 miliar. MergeCo juga akan mengakumulasi sekitar 100 juta pelanggan layanan jasa operatar nirkabel.

Sepanjang tahun ini saham EXCL telah mencatat kenaikan harga saham 15,5% per Senin (9/12/2024), lebih rendah dari posisi terbaiknya di 22% bulan April lalu pasca kabar merger kembali muncul.
Tahun lalu kasak-kusuk keduanya akan bersatu telah terdengar, tepatnya bulan September 2023. Kala itu diskusi tidak menghasilkan kesepakatan.
Industri telekomunikasi memang menghadapi tantangan persaingan hingga mendorong banyaknya aksi konsolidasi antar pemain. Tahun 2022 CK K Hutchison Holdings Ltd dan Ooredoo dari Qatar sepakat menyatukan bisnis telekomunikasi mereka di Indonesia dengan nilai transaksi US$$6 miliar.
(prc/wep)