"Capital outflow yang besar di SRBI selama November menurunkan probabilitas BI memangkas suku bunga di bulan Desember. Apalagi foreign flow di saham dan obligasi masih belum menunjukkan tanda-tanda berbalik. Ada potensi BI baru akan memangkas suku bunga di bulan Januari atau Maret," komentar Lionel Priyadi, Fixed Income and Market Strategist Mega Capital Sekuritas.
Memasuki Desember pun, arus keluar dari SRBI oleh asing belum berhenti. Laporan BI terakhir, selama periode 2-5 Desember lalu, asing membukukan posisi jual bersih Rp5 triliun di SRBI.
Dalam gelar lelang SRBI Jumat pekan lalu, nilai penawaran yang masuk mencatat kenaikan cukup besar hingga 71%, mencapai Rp31,54 triliun. Namun, permintaan yield atau bunga diskonto SRBI juga makin tinggi dari investor yakni rata-rata di 7,26% dari sebelumnya 7,20%.
Alhasil, BI memberikan bunga diskonto lebih tinggi juga yaitu di kisaran 7,23%, tertinggi sejak awal Agustus. Sementara nilai penjualan SRBI dalam lelang hari itu jadi lebih kecil Rp14,9 triliun. Turun dibanding lelang sebelumnya dengan nilai penerbitan Rp16,3 triliun.
Sejak diperkenalkan oleh BI pada September 2023, SRBI sudah diterbitkan sebanyak Rp969,16 triliun.
Likuiditas Ketat
Penguasaan asing yang makin kecil di SRBI akhirnya membuat instrumen penarik hot money itu makin banyak dikuasai oleh investor lokal.
Perbankan lokal menguasai Rp601,7 triliun SRBI per akhir bulan lalu. Nilai itu setara 62% dari total outstanding SRBI di pasar sekunder.
Sementara industri keuangan nonbank lokal seperti asuransi, dana pensiun ataupun mutual fund, menguasai Rp84,88 triliun, naik 4.186% dibanding posisi April lalu.
Nilai kepemilikan SRBI oleh nonbank lokal itu setara dengan 8,75% dari total yang beredar di pasar sekunder.
Penguasaan investor lokal yang makin banyak dengan laju lebih tinggi ketimbang investor asing dikhawatirkan memicu situasi crowding out lebih lama.
Yield tinggi SRBI menyedot dana pemodal ramai-ramai mengerumuni SRBI, meninggalkan pasar saham dan surat utang negara. Terjadi perebutan likuiditas di pasar yang sempat 'memaksa' bank menurunkan margin agar tetap kompetitif menjual kredit.
Data terakhir yang dilansir oleh Bank Indonesia mencatat, pertumbuhan kredit pada Oktober melambat, hanya naik 10,4% setelah pada Juli sempat tumbuh 11,7%.
Pada saat yang sama, pertumbuhan dana pihak ketiga seret dengan pertumbuhan hanya 6% pada Oktober, dari pertumbuhan 6,7% pada bulan sebelumnya.
Penggalangan dana murah juga tidak mudah di tengah fenomena 'makan tabungan' yang ditengarai masih berlanjut saat ini terindikasi dari penurunan saving rate.
(rui/aji)