Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Transisi Indonesia menuju standar bahan bakar diesel atau solar Euro 4 atau 5 dinilai bakal lambat, seiring dengan makin intensifnya program mandatori biodiesel serta kurangnya investasi ekspansi kilang.

BMI—lengan riset Fitch Solutions, bagian dari Fitch Group — menyebut kilang minyak di Indonesia saat ini memproduksi tiga jenis diesel, yaitu; CN48 dengan kandungan sulfur 2.500 parts per million (ppm), CN51 (500 ppm sulfur), dan CN53 (50 ppm sulfur).

Batas sulfur diesel nasional diperketat menjadi 500 ppm pada 2021, dengan rencana untuk mewajibkan 50 ppm pada 2025.

“Mengadopsi standar 50 ppm akan mengharuskan kilang minyak untuk memproduksi lebih banyak komponen rendah sulfur untuk memenuhi seluruh permintaan diesel,” papar BMI dalam laporannya, dikutip Minggu (8/12/2024).

Meskipun CN48 masih digunakan di sektor transportasi jalan raya, pangsa permintaan solar totalnya telah turun dari 34% pada 2015 menjadi 1,1% pada 2023. 

Konsumsi solar di Indonesia./dok. BMI

Pemerintah secara bertahap menghentikan CN48, tetapi transisi ke CN53 dinilai berjalan lambat lantaran kilang-kilang di Tanah Air tidak dapat memproduksi CN53 dalam jumlah besar.

“Pangsa CN53 dalam kelompok permintaan solar mencapai 1,1% pada 2023, dan pangsanya tidak mungkin meningkat karena dukungan kuat pemerintah terhadap penggunaan biodiesel di sektor transportasi,” sebut lembaga riset tersebut.

Di sisi lain, tingkat mandatori bauran biodiesel dalam kelompok solar yang terus dinaikkan secara berkala turut mengurangi urgensi bagi perusahaan kilang untuk berinvestasi dalam proyek peningkatan kualitas bahan bakar solar.

“Ketersediaan kondensat rendah sulfur dari sumber dalam negeri makin mengurangi kebutuhan untuk menghilangkan sulfur dari produk olahan,” papar BMI.

Menurut BMI, peningkatan produksi biodiesel dan melambatnya pertumbuhan permintaan di seluruh sektor transportasi, industri, dan komersial mengurangi tekanan pada kilang untuk mempertahankan tingkat produksi solar yang tinggi.

Untuk diketahui, Indonesia telah memberlakukan mandatori biodiesel berbasis minyak kelapa sawit dimulai dari B35 pada Februari 2023. Per 1 Januari 2025, pemerintah akan meningkatkannya menjadi B40.

Pada April 2024, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan uji bahan bakar B40 untuk aplikasi di sektor nonotomotif; termasuk kereta api, kapal, dan peralatan industri.

Beragam varian biodiesel./Bloomberg-Dimas Ardian

Kendala Pendanaan

Lain sisi, PT Pertamina Kilang Internasional (KPI) sebelumnya mengakui penerapan standar emisi Euro 4 (E4) di Indonesia berjalan lambat akibat sulitnya pendanaan kilang untuk memproduksi BBM rendah sulfur.

Analis Senior III Perencanaan Strategis RDMP Pertamina Kilang Internasional Yesay Setiawan tidak menampik perseroan memang tertantang, dari sisi pendanaan hingga bentuk kerja sama, dalam memproduksi BBM berkualifikasi kontaminan 50 ppm.

“Sampai saat ini sebenarnya pendanaan itu juga masih menantang buat kami. Dari sisi pendanaan, memang kita ada beberapa skenario sebenarnya. Skenario full equity, strategic partner, debt, dan debt equity,” ujar Yesay dalam diskusi Analisis Dampak Kebijakan Pengetatan Standar Kualitas BBM yang digelar IESR, akhir November.

Menurut Yesay, perusahaan juga membandingkan rasio keuangan Pertamina sebagai holding dan KPI sebagai subholding secara entitas. Di sisi lain, ketika hendak berutang kepada lembaga keuangan, KPI juga harus memperhatikan rasio keuangannya sendiri.

“Kalau rasio kita merah, mereka [perbankan] juga enggak mau memberi pinjaman ke kita. Salah satu [opsi pendanaan lainnya] adalah penyertaan modal negara [PMN] melalui KPI ke subholding. Itu juga merupakan salah satu jalan keluar juga sih sebenarnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia menyebut investasi yang dibutuhkan untuk empat kilang Pertamina yang dirancang bisa menghasilkan BBM standar Euro 4 diperkirakan mencapai sekitar US$2 milair—US$3 miliar (sekitar Rp31,71 triliun—Rp47,56 triliun).

“Kalau investasi, disclaimer, sekitar US$2 miliar—US$3 miliar. Harga akhir [BBM Euro 4] di konsumen kita mau cari formulasinya, kompensasi harganya; seperti skenario Rp200—Rp500 per liter, range-nya segitu,” ujarnya.

Yesay tidak menampik, secara umum, standar kilang minyak di Indonesia masih menggunakan Euro 2 karena regulasi yang mengatur bahan bakar untuk dijual di dalam negeri belum ketat.

Hingga saat ini, KPI pun masih mempersiapkan sejumlah kilang yang nantinya bisa memproduksi BBM Euro 4, melalui pengembangan diesel hydrotreating (DHT) untuk menghasilkan solar rendah sulfur dan gasoline sulphur hydrotreater (GSH) untuk memproduksi bensin rendah sulfur.

Kilang-kilang yang akan dilengkapi dengan fasilitas DHT antara lain Kilang Balikpapan dan Cilacap, sedangkan yang akan menggunakan GSH adalah Kilang Plaju dan Balongan.

“Di Balikpapan juga ada 2 DHT besar-besar [dengan kapasitas] 150 million barrel stream per day [MBSD] sehari. Jadi mudah-mudahan pada 2025—2026 ini bisa online,” kata Yesay.

Untuk diketahui, Indonesia sebenarnya sudah harus mengimplementasikan BBM standar Euro 4 sejak 2018, selayaknya tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.

Standar E4 yang diterapkan di RI mensyaratkan batas emisi karbon monoksida (CO) 1 gram/km, hidrokarbon (HC) 0,1 gram/km, dan nitrogen oksida 0,08 gram/km untuk mesin bensin.

Selanjutnya, spesifikasi BBM dengan standar Euro 4 adalah memiliki research octane number (RON) minimal 91, bebas timbal, dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Noor Arifin Muhammad mengatakan BBM berstandar Euro 4 akan berlaku 100% di Indonesia pada 2028.

Noor memerinci realisasi BBM diesel atau solar rendah sulfur 50 ppm untuk wilayah Jakarta ditargetkan mencapai 100% pada 2025, sementara secara total di tingkat nasional berada di angka 32,9%.

Pada 2026, wilayah lain seperti Sulawesi Barat juga ditargetkan mencapai 100%; Maluku 100%; Papua 100%; dan Papua Barat 100%. Sementara itu, total nasional pada tahun tersebut diharapkan meningkat menjadi 44,3%.

Adapun, peredaran solar Euro 4 pada 2027 diproyeksikan mencapai 70,6% untuk tingkat nasional, sebelum akhirnya mencapai 100% pada 2028.

Untuk bensin, standar Euro 4 ditargetkan mencapai 62,1% di tingkat nasional pada 2025, lalu naik menjadi 78,8% pada 2027, dan mencapai 100% pada 2028. 

(wdh)

No more pages