Saat aktivitas bisnis melambat, perusahaan berusaha mengurangi persediaan di gudang, alih-alih mengirimkan barang baru dari Asia ke Eropa dan AS. Itu adalah perubahan haluan yang tajam dari 2021 dan 2022, saat terjadi lonjakan permintaan barang-barang konsumen selama pandemi Covid-19, ditambah dengan masalah rantai pasok yang membatasi suplai kapal sehingga menyebabkan rekor keuntungan di industri logistik dunia.
Pada kuartal pertama tahun ini, Maersk melaporkan penurunan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) sebesar 56% menjadi US$3,97 miliar. Hasil itu lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan rata-rata USS$3,55 miliar dalam survei analis.
Volume pengapalan turun 9,4% pada kuartal tersebut, sedangkan tarif pengiriman turun 37% dan mendekati tingkat impas, menurut Clerc.
Saham Maersk turun sebanyak 3,2% dan turun 1% sekarang menjadi 11.915 kroner pada pukul 9:30 pagi di perdagangan Kopenhagen. Penurunan tersebut mendorong saham Maersk ke level terendah dalam sebulan.
Perusahaan pengapalan itu mengulangi prediksinya bahwa volume transportasi peti kemas dunia dapat menyusut sebanyak 2,5% tahun ini. Hal itu sejalan dengan proyeksi kinerja keuangan setahun penuh dari EBITDA di rentang US$8 miliar hingga US$11 miliar, atau kira-kira hanya seperempat dari realisasi 2022.
Untuk menghindari penurunan yang lebih parah, Clerc mengindikasikan bahwa industri pengapalan dunia perlu mendisiplinkan kapasitas dan mungkin harus menganggurkan lebih banyak kapal akhir tahun ini.
“Kami telah melihat banyak kapasitas yang kosong untuk memenuhi permintaan volume yang lebih rendah,” katanya kepada Anna Edwards dalam wawancara dengan Bloomberg TV.
“Ada juga beberapa risiko sisi pasokan dalam bentuk kapal baru yang mulai beroperasi pada paruh kedua tahun ini dan tahun depan. Ini akan menciptakan tantangan baru bagi industri.”
--Dengan asistensi Frances Schwartzkopff.
(bbn)