Logo Bloomberg Technoz

Ekonom: Skema PPN Multitarif Bingungkan Pelaku Usaha & Konsumen

Redaksi
09 December 2024 08:50

Efek Kenaikan PPN Jadi 12%: Lebih Mudarat Ketimbang Manfaat (Bloomberg Technoz/Asfahan)
Efek Kenaikan PPN Jadi 12%: Lebih Mudarat Ketimbang Manfaat (Bloomberg Technoz/Asfahan)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Ekonom menilai rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% secara selektif hanya terhadap barang mewah akan membingungkan pelaku usaha dan konsumen.

Sebelumnya, pemerintah akan menaikkan tarif PPN dari semula 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025, sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP. Namun, kebijakan ini menuai reaksi negatif dari masyarakat karena dianggap membebani kehidupan mereka di tengah ekonomi yang lesu.

Dalam perkembangannya, pemerintah berencana mengubah aturan dengan menaikkan PPN hanya terhadap barang mewah yang biasanya termasuk dalam kriteria barang kena pajak penjualan atas bawah mewah (PPnBM). Artinya, pemerintah mengubah skema penerapan PPN dari semula tarif tunggal atau single tarif menjadi multitarif.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai rencana pengubahan aturan itu akan menjadi persoalan baru, karena ini pertama kali ada skema pembedaan tarif PPN.

"Secara konsep PPN itu kan tarifnya sama, single tarif, hanya barangnya bisa dikecualikan. Kalau tarif PPN ada yang 11% dan 12% tentu jadi kebingungan bagi pelaku usaha dan konsumen sekaligus," ujar Bhima kepada Bloomberg Technoz, dikutip Senin (9/12/2024).