“Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak-ibu sekalian, sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” ucap Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI, Rabu (13/11/2024).
Sri Mulyani menyatakan akan menjelaskan aturan perpajakan yang telah disusun pemerintah kepada masyarakat, termasuk aturan PPN.
“Saya setuju bahwa kita perlu banyak memberikan penjelasan kepada masyarakat, artinya walaupun kita buat kebijakan tentang pajak termasuk PPN bukannya membabi buta atau tidak punya afirmasi atau perhatian pada sektor-sektor kesehatan, pendidikan, bahkan makanan pokok, waktu itu debatnya panjang di sini,” ucap dia.
- Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto
Pada 3 Desember 2024, Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah akan mengumumkan kepastian terkait kenaikan PPN menjadi 12% pada pekan depan.
Hanya saja, dia enggan membeberkan keputusan akhir yang akan diambil, yakni tetap menaikkan PPN di tengah ekonomi yang lesu atau menunda pelaksanaan yang seharusnya berlaku 1 Januari 2025. Dia hanya menyebutkan bahwa pemerintah akan melakukan simulasi terlebih dahulu terkait dampak kebijakan tersebut.
"Nanti (soal PPN 12%) diumumkan minggu depan. Disimulasikan dulu," ujar Airlangga di kantornya, Selasa (3/12/2024) malam.
Airlangga menyatakan bahwa pihaknya akan melaporkan kajian dan simulasi kepada Presiden Prabowo Subianto terlebih dahulu, sebelum akhirnya pengumuman terkait kebijakan fiskal tersebut berlangsung.
"Ya nanti kita laporkan (kepada Presiden Prabowo) sesudah rapatnya selesai. Ini ada laporannya. Pengumuman kebijakan fiskal," tutur Airlangga.
Pernyataan tersebut disampaikan Airlangga usai menggelar Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) terkait kebijakan dan intensif fiskal dengan enam menteri bidang ekonomi. Dalam undangan yang beredar di kalangan wartawan diketahui, keenam menteri yang dimaksud ialah Menteri Koordinator Pangan, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Perumahan.
- Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka
Pada 5 Desember 2024, dalam Rapat Paripurna DPR RI, Rieke mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang seharusnya berlaku pada 1 Januari 2025.
"Dengan seluruh kerendahan hati, saya merekomendasikan di rapat paripurna ini mendukung Presiden Prabowo menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12% sesuai amanat pasal 7 ayat 3 dan ayat 2 UU No. 7/2021," ujar Rieke.
Rieke mengatakan selama ini Kementerian Keuangan berencana untuk menaikkan PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 dengan argumentasi bahwa hal itu sesuai dengan perintah dari Pasal 7 UU HPP. Padahal, kata Rieke, pemerintah seharusnya memahami UU HPP tersebut secara utuh.
"Mari kita baca dan hayati pasal 7 ayat 3 UU HPP bahwa tarif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diubah bukan hanya paling tinggi 15% tapi bisa juga diubah menjadi paling rendah 5%," tegas Rieke.
- Ketua Komisi XI DPR RI Muhamad Misbakhun
Pada 5 Desember 2024, Misbakhun mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto menyetujui kenaikan PPN 12% pada 1 Januari 2025, tetapi diterapkan secara selektif. Hal itu disampaikan Misbakhun dalam konferensi pers di Istana Negara, setelah pimpinan DPR bertemu dengan Prabowo.
Dia menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12% hanya akan dilakukan selektif terhadap beberapa komoditas tertentu, baik itu dalam negeri maupun luar negeri, yang berkaitan dengan barang mewah dan yang selama ini sudah dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
"Hasil diskusi kami dengan Pak Presiden [Prabowo Subianto], kita akan tetap mengikuti undang-undang bahwa PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di undang-undang, yaitu 1 Januari 2025,” ucap Misbakhun dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Kamis (5/12/2024).
"Selektif kepada barang yang selama ini sudah kena Pajak Penjualan atas Barang Mewah [PPnBM], hanya merekalah yang dikenai kenaikan 12%. PPnBM tetap, tetapi terhadap siapa dikenakan PPN 12%, itu ya barang yang masuk kategori mewah."
Dengan begitu, Misbakhun mengatakan kenaikan tarif PPN 12% hanya akan berdampak pada pembeli barang mewah yang masuk kategori PPnBM. Sementara masyarakat kecil akan tetap dikenai tarif PPN yang saat ini berlaku 11%.
- Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto
Pada 5 Desember 2024, Airlangga Hartarto kembali menjelaskan keputusan PPN, yang diusulkan untuk berubah dari skema tarif tunggal menjadi multitarif, bakal diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto pada pekan depan. 1
Hal ini disampaikan Airlangga menanggapi pernyataan Misbakhun yang mengklaim pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif PPN menjadi 12% secara selektif, yakni hanya terhadap komoditas tertentu.
Airlangga mengaku tidak menghadiri rapat antara Prabowo dengan para Anggota DPR di Istana Kepresidenan hari ini, Kamis (5/12/2024), yang membahas usulan penerapan PPN secara selektif dan tidak satu tarif.
"Kita tunggu minggu depan, minggu depan akan diputus Pak Presiden [Prabowo]. PPN kan saya tidak ikut, dengan DPR saya tidak ikut," ujar Airlangga saat ditemui di kantornya, Kamis (5/12/2024).
- Presiden Prabowo Subianto
Pada 6 Desember 2024, Presiden Prabowo Subianto mengatakan pemerintah akan tetap melaksanakan PPN 12% pada 1 Januari 2025, sesuai dengan UU HPP. Namun, penerapan tarif PPN menjadi 12% selektif hanya kepada barang mewah alias menggunakan skema multitarif dari sebelumnya satu tarif.
“Kan sudah diberi penjelasan PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tetapi selektif hanya untuk barang mewah, untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi,” ujar Prabowo di Istana Kepresidenan, Jumat (6/12/2024).
“Sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil ya. Jadi kalaupun naik itu hanya untuk barang mewah.”
- Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad
Pada 6 Desember 2024, Sufmi Dasco Ahmad memastikan pemerintah dan DPR tidak perlu merevisi UU HPP untuk mengubah penerapan skema tarif PPN multitarif dari sebelumnya satu tarif.
Menurut Dasco, revisi itu tidak perlu dilakukan karena perubahan tarif PPN dalam skema multitarif masih sesuai dengan Pasal 7 Ayat 3. Beleid tersebut mengatakan tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%.
"Sebenarnya kan itu bukan, tidak perlu [revisi] karena kan kenaikan itu kan range antara 5 sampai 12 kan gitu," ujar Dasco saat ditemui di DPR, Jumat (6/12/2024).
Dasco mengatakan terdapat tiga skema usulan yang disampaikan DPR untuk penerapan PPN multitarif. Pertama, kata Dasco, penerapan tarif PPN 12% untuk barang mewah. Menurut dia, komoditas yang dikenakan tarif PPN 12% ini adalah yang selama ini masuk dalam kategori Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Namun, Dasco membuka peluang bahwa komoditas yang dianggap barang mewah akan diperluas.
"Jadi tadi diskusinya [untuk PPN 12%] yang pertama itu yang selama ini kena PPnBM, lalu yang kedua sedang dicek mana yang bisa diperluas, mana yang kemudian [komoditas] tetap 11%," ujarnya.
Kedua, penerapan tarif PPN 11%. Dasco mengatakan komoditas yang dikenai tarif ini merupakan barang yang bukan barang mewah dan tidak masuk dalam pengecualian pengenaan tarif PPN.
Ketiga, komponen yang dikecualikan dari PPN. Menurut Dasco, komoditas yang dikecualikan adalah bahan makanan, usaha mikro, kecil dan menengah, pendidikan dan kesehatan, jasa keuangan dan asuransi, air bersih, serta listrik di bawah 6.600 VA.
"Kami sudah koordinasikan antara DPR, Presiden [Prabowo Subianto], dan pemerintah. Mudah-mudahan apa yang sudah kita diskusikan tadi, mana PPN yang dikenakan barang mewah, mana yang masih tetap 11%, dan mana yang dikecualikan, yang tidak dipungut sama sekali, itu yang kemudian akan dirilis oleh pemerintah," ujarnya.
"Kita tunggu minggu depan, minggu depan akan diputus Pak Presiden [Prabowo]. PPN kan saya tidak ikut, dengan DPR saya tidak ikut," ujar Airlangga saat ditemui di kantornya, Kamis (5/12/2024).
- Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono
Pada 6 Desember 2024, Susiwijono Moegiarso menyebutkan Presiden Prabowo Subianto meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk mengatur teknis pelaksanaan dari PPN menjadi 12% secara selektif.
Susiwijono menggarisbawahi sebenarnya selama ini pemerintah sudah mengatur jenis komoditas yang dikecualikan dari PPN.
Hal itu sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang PPN Dibebaskan dan PPN atau PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Tidak Dipungut atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean.
"Artinya pengecualian kan di level PP selama ini kan sudah ada hanya berarti kan bapak Presiden [Prabowo Subianto] minta Menteri Keuangan [Sri Mulyani] yang supaya mengatur pengecualian [tarif PPN 12%]," ujar Susi saat ditemui di kantornya, Jumar (6/12/2024).
Susi juga mengatakan penerapan PPN 12% secara selektif tidak kontradiktif dengan rencana pemerintah memberikan insentif fiskal seperti untuk PPnBM.
Sebab, insentif fiskal memang digelontorkan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dari sektor-sektor yang selama ini memang berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) seperti properti, otomotif dan sektor padat karya.
Susi mengatakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2024 harus berada pada level 5,2% bila pemerintah menginginkan pertumbuhan ekonomi terjaga di atas 5%.
(lav)