"Sayangnya, larangan TikTok disusun dan didorong berdasarkan informasi yang tidak akurat, cacat, dan hipotetis, yang mengakibatkan penyensoran langsung terhadap rakyat Amerika," menurut pernyataan itu.
Meskipun larangan tersebut mulai berlaku sehari sebelum Presiden terpilih Donald Trump dilantik, namun penentangannya terhadap larangan tersebut masih bisa mempersulit penegakan UU itu.
Trump menentang larangan TikTok saat ia berusaha menarik suara kaum muda AS dalam kampanyenya. Meski begitu, ia pernah mencoba memaksa penjualan Tiktok selama masa jabatan pertamanya.
Perwakilan Trump tidak membalas email yang meminta responsnya atas berita ini. Departemen Kehakiman AS memuji keputusan pengadilan.
"Keputusan hari ini merupakan langkah penting dalam menghalangi pemerintah China yang menggunakan TikTok sebagai senjata untuk mengumpulkan informasi sensitif tentang jutaan warga Amerika, untuk secara diam-diam memanipulasi konten yang dikirim ke audiens Amerika, dan untuk merusak keamanan nasional kita," kata Jaksa Agung Merrick Garland dalam sebuah pernyataan.
Putusan dari Pengadilan Banding AS untuk Distrik Columbia (DC) Circuit akan mempersulit Trump untuk membatalkan larangan tersebut, menurut Matthew Schettenhelm, analis untuk Bloomberg Intelligence.
Jika perusahaan tersebut beralih ke Mahkamah Agung, Schettenhelm mengatakan para hakim tidak mungkin memblokir UU tersebut atas dasar keadaan darurat.
Kongres mengatakan bahwa UU tersebut diperlukan untuk melindungi keamanan nasional dan privasi pengguna.
"Amandemen Pertama ada untuk melindungi kebebasan berbicara di AS," tulis Hakim Douglas Ginsburg untuk panel tersebut. "Di sini pemerintah bertindak semata-mata untuk melindungi kebebasan tersebut dari negara musuh asing dan untuk membatasi kemampuan musuh tersebut dalam mengumpulkan data orang-orang di AS."
(bbn)