Sepanjang minggu ini, harga emas terpangkas 0,92% secara point to-point.
Koreksi harga emas terjadi usai data terakhir menunjukkan bahwa ekonomi Amerika Serikat (AS) sepertinya masih solid. Teranyar, US Bureau of Labor Statistics tadi malam waktu Indonesia merilis data penciptaan lapangan kerja non-pertanian (non-farm payroll).
Pada November, perekonomian Negeri Adidaya menciptakan 227.000 lapangan kerja non-pertanian, Jauh lebih tinggi ketimbang Oktober, di mana angka revisi menunjukkan non-farm payroll di 36.000.
Realisasi November juga lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yang memperkirakan di angka 200.000. Sepanjang 2024, penciptaan lapangan kerja non-pertanian rata-rata bertambah 186.000 per bulan.
Saat ekonomi masih kuat, maka kebutuhan akan stimulus moneter belum terlalu mendesak. Ini membuat suku bunga berisiko akan tetap bertahan tinggi dalam waktu lama (higher for longer).
Hal tersebut ditegaskan oleh Gubernur Bank Sentral AS (Federal Reserve) San Francisco Mary Daly. Dalam wawancara dengan PBS News Hour, Daly menyebut The Fed tidak perlu terburu-buru dalam menurunkan suku bunga acuan.
"Tidak ada urgensi, tetapi kami perlu terus mengkalibrasi kebijakan dengan cermat dan memastikannya sejalan dengan ekonomi yang kita miliki saat ini dan yang kita harapkan akan terjadi di masa mendatang," ujar Daly, seperti dikutip dari Bloomberg News.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas menjadi kurang menguntungkan saat suku bunga masih tinggi.
(aji)