Bloomberg Technoz, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan pemanfaatan biodiesel 35 atau B35 telah menghemat devisa negara sebesar Rp120,54 triliun di 2023. Program biodiesel telah memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
Sekretaris Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Patuan Alfon Simanjuntak mengatakan B35 sudah mandatori pada Agustus 2023. Dia optimistis pada 2025 pemanfaatan biodiesel tidak hanya akan menghemat devisa, tetapi juga mengurangi impor, sehingga dapat mendukung ketersediaan energi di dalam negeri.
"Ini memang sudah sesuai dengan asta cita Bapak Presiden [Prabowo], karena kita tahu bahwa kita mengikuti visi misinya Bapak Presiden. Di tahun depan itu mungkin juga sudah bisa masuk ke B40," ujarnya di Kantor BPH Migas, Jumat (6/12/2024).
"Agar ketersediaan energi kita itu bisa dilakukan oleh kita sendiri atau dengan istilah swasembada energi," sambungnya.
Terkait transisi energi ini, Alfon mengatakan ada beberapa langkah penting yang harus diambil, di antaranya yakni pengembangan infrastruktur. Dia menekankan pemerintah perlu memperluas dan membangun infrastruktur untuk mendukung penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
Menurut Alfon, pemerintah juga perlu melakukan inovasi terhadap teknologi. Hal ini dilakukan demi meningkatkan efisiensi energi. Selain itu, pemerintah perlu memberlakukan kebijakan yang mendukung penggunaan EBT seperti insentif fiskal, subsidi untuk energi bersih, dan pengenaan pajak karbon.
Dia juga menilai perlu ada perubahan dalam konsumsi energi. Salah satu langkahnya dengan meningkatkan efisiensi energi di sektor industri, transportasi, dan rumah tangga, serta meningkatkan penggunaan energi alternatif (gas bumi).
"Walaupun upaya penggunaan sumber energi alternatif sedang gencar dilakukan, namun energi fosil tetap menjadi sumber energi yang diperhitungkan. Hal ini dapat dilihat dari target bauran energi tahun 2050, target porsi minyak bumi masih di kisaran 20% dan gas bumi di kisaran 24%," imbuhnya.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempersiapkan berbagai kebutuhan esensial dalam peluncuran biodiesel B40 yang direncanakan pada 1 Januari 2025.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan kementerian saat ini juga tengah mengecek kesiapan infrastruktur logistik.
"[Seperti] jetty, pelabuhannya kan tempat sewanya itu kan kapasitasnya jadi naik nih, itu mungkin sewanya ditambah kalau di situ masih ada storage sebelum kapal diangkut harus ditambah," ujar Eniya saat ditemui di Jakarta, Senin (18/11/2024).
Terget B50 di 2026
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia memiliki target implementasi program biodiesel B50 untuk bisa diterapkan pada 2026.
Dengan demikian, implementasi tersebut bakal berimplikasi positif terhadap impor solar Indonesia, di mana Indonesia tidak perlu melakukan impor bila program tersebut diterapkan.
Untuk memenuhi target tersebut, Bahlil mengatakan Indonesia akan membangun pabrik bahan baku biodiesel dengan nilai investasi US$1,2 miliar (sekitar Rp19,02 triliun) untuk menekan impor metanol.
Pabrik tersebut, kata Bahlil, akan berlokasi di Bojonegoro, Jawa Timur. Menurut berbagai sumber, pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi 800.000 ton metanol per tahun.
Fasilitas tersebut sekaligus dirancang untuk menopang rencana pemerintah mengebut pengembangan biodiesel B50 dalam beberapa tahun ke depan, agar Indonesia bisa terbebas dari impor solar.
“Karena 80% metanol sebagai campuran daripada biodiesel itu kita impor. Jadi kita akan bangun satunya di Bojonegoro dengan industri kurang lebih sekitar US$1,2 miliar investasinya,” kata Bahlil kepada awak media, pekan lalu.
Menurut Bahlil, langkah ini dilakukan untuk memenuhi target ambisius Presiden Prabowo Subianto dalam swasembada energi; yang mencakup akselerasi produksi biodiesel dan bioetanol, serta mengatrol kinerja produksi siap jual atau lifting minyak.
(mfd)