Penyimpangan peredaran tertinggi terjadi di Provinsi Lampung dengan jumlah 5.840 vial ketamin. Sedangkan di 3 provinsi lain yang juga tinggi adalah Bali (4.074 vial), Jawa Timur (3.338 vial), dan Jawa Barat (1.865 vial).
Berdasarkan data hasil pengawasan BPOM pada 2022—2024, BPOM telah memetakan profil peredaran ketamin injeksi. Dari data tersebut Bali merupakan wilayah peredaran dengan kategori sangat tinggi (di atas 100 ribu vial).
Jawa Timur dan Jawa Barat masuk dalam kategori tinggi peredaran ketamin injeksi (50 ribu—100 ribu vial). Provinsi lain di Indonesia masuk dalam kategori sedang dan rendah yaitu di bawah 50 ribu vial.
BPOM pun mengimbau masyarakat untuk tidak menyalahgunakan ketamin karena dapat menyebabkan dampak buruk yang serius bagi kesehatan hingga berujung kematian.
Penyalahgunaan ketamin dapat berdampak buruk pada psikologis, fisik, sistem syaraf, dan gangguan kesehatan mental dalam jangka panjang.
Dampak buruk psikologis dapat berupa halusinasi, gangguan kognitif, dan memori, serta kecemasan hingga depresi. Dampak buruk fisik antara lain kerusakan pada sistem saluran kemih, masalah pernapasan, kerusakan ginjal dan hati. Dampak buruk pada sistem syaraf antara lain disfungsi kognitif, risiko kejang, dan kecanduan psikologis.
Sedangkan dampak buruk bagi kesehatan mental dalam jangka panjang antara lain psikosis, skizofrenia, dan risiko bunuh diri.
(dec/spt)