Bloomberg Technoz, Jakarta - Kalangan industri otomotif semakin mencemaskan penjualan kendaraan di Indonesia akan semaki lesu, seiring dengan adanya rencana penerapan PPN 12% dan juga pajak opsen atau tambahan untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang akan berlaku awal 2025 mendatang.
Apalagi, rencana mengerek pajak otomotif tersebut juga terjadi ditengah lesunya industri otomotif Tanah Air, yang tak lain juga sebagai imbas dari lesunya ekonomi dan daya beli masyarakat.
"Industri otomotif adalah sangat rentan ataupun sangat sensitif terhadap yang namanya perubahan harga," ujar Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohanes Nangoi saat dihubungi, Jumat (6/12/2024).
"Sekarang, dengan rencana diberlakukannya tahun depan itu perubahan PPN ke 12% ke barang mewah--apakah mobil termasuk atau tidak--tapi seandainya termasuk, itu pasti akan berpengaruh. Jadi yang namanya kenaikan PPN, kenaikan dari BBNKB, itu sudah [pasti] akan mempengaruhi penjualan otomotif."
Terhadap kenaikan pajak opsen, Nangoi juga mengkhawatirkan akan semakin memberikan dampak terhadap penjualan otomotif. Pasalnya, pemberlakukan kebijakan tersebut berbeda-beda dari tiap daerah, yang juga memungkinan akan dinaikkan dengan skala yang sangat besar.
Seperti diketahui, agar mobil atau motor laik jalan, maka konsumen perlu membayar berbagai biaya dokumen dan perpajakan supaya kendaraan tersebut laik jalan biasa disebut harga on the road (OTR).
Secara umum rumus harga OTR terdiri atas penjumlahan NJKB (Nilai Jual Kendaraan Bermotor) yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP), ditambah PPnBM (PPn Barang Mewah), lalu BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor), lalu PPn (Pajak Pertambahan Nilai).
Namun, besaran biaya-biaya itu berbeda-beda di tiap daerah karena kebijakan pajak di tiap daerah yang juga berbeda-beda, yang diatur dalam Undang-Undang (UU) No 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
"Anda bayangin saja, ada beberapa daerah yang implement [BBNKB]12%. Nah kalau 12% ini terus dia naik menjadi 19% atau 20%, itu naiknya 6% atau 7% atau bisa 8%. Itu pengaruhnya [ke harga kendaraan] luar biasa besarnya," ujar Nangoi.
Kemudian, lanjut Nangoi, selain BBNKB, sejumlah daerah juga turut menerapkan pajak opsen tarif PKB, yang juga dinilai menjadi salah satu beban dan perhitungan dalam penjualan harga kendaraan. Dalam UU itu, tarif PKB juga disesuaikan berdasarkan daerah masing-masing.
"Nah kemudian PKBnya sendiri yang ikut naik. Jadi kalau dihantam dengan 3 hal yang bertubi-tubi begini, pasti pasar otomotif akan sangat terpengaruh," tegas Nangoi.
Belum Dihitung
Di sisi lain, Nangoi juga mengaku para pelaku industri otomotif saat ini juga masih belum menghitung dampak penurunan jika memang ketiga kebijakan tersebut diberlakukan secara serentak pada tahun depan.
Dia berharap, pemerintah dapat mempertimbangkan kembali untuk menerapkan kebijakan yang dinilai sangat membebani pasar otomotif ke depan, dengan sejumlah antisipasi dan permintaan kepada pemerintah. Salah satu permintaan tersebut yakni meminta implementasi tersebut diberlakukan secara bertahap.
"KIta berupaya, terus terang kita bilang bahwa 'Boleh nggak diimplementnya bertahap?' Jadi misalnya kenaikan BBNKB itu diatur tahun pertama hanya boleh naik sekian persen. Kemudian dua tahun berikutnya naik lagi sekian persen maksimum," ujar dia. "Jadi jangan langsung loncat, karena loncat itu pasti akan berat sekali."
Opsen Pajak
Opsen pajak sendiri tertuang dalam UU No 1 tahun 2022. Dalam ketentuan umum dijelaskan bahwa Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu.
Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang selanjutnya disebut Opsen PKB adalah opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Nantinya, pemungutan opsen ini dilakukan pemerintah kabupaten/kota. Tarif Opsen PKB dana BBNKB pada Pasal 83 UU 1 tahun 2022 ditetapkan sebesar 66% dari pengenaan pajak kendaraan bermotor.
Dalam UU No 1 tahun 2022 sistem bagi hasil pajak tersebut diubah dengan sistem Opsen yang dipungut secara langsung bersamaan dengan pemungutan pajak dan bea balik nama. Sederhananya, opsen pajak ini nantinya akan menjadi bagian dari pendapatan daerah, yang juga penerapannya disesuaikan di masing-masing daerah.
(ibn/spt)