Sementara penularan pada usia bayi dan anak 90% didapat dari ibu sejak hamil yang sudah terdiagnosis HIV. "Jadi, pada saat sebelum lahir, hamilnya melahirkan lewat kandungan. Pada saat lahir, lewat saluran jalan lahir, sama dari asi, dari ibu ke anak,"terangnya.
Untuk pencegahan bayi dan anak terkena HIV, screening bisa dimulai dari kehamilan pertama sang ibu atau sebelum merencanakan kehamilan. Tujuannya agar ibu tidak menularkan virus HIV ke anaknya.
"Karena tadi penularannya kan bisa dari ibu hamil, pada saat proses bersalinan, dan menyusui. Kalau bayinya sudah lahir, ya sudah bisa terpapar virus-virus, makanya di screening pada ibu hamil. Nah untuk yang merencanakan kehamilan atau ingin menikah sebaiknya juga diperiksakan,"jelasnya.
Akan tetapi ketika bayi sudah terlanjur lahir dan ibu baru mengetahui memiliki virus HIV. Bayi akan tetap diberikan pencegahan antivirus selama 6 minggu.
"Pada bayi yang dengan ibunya HIV di ceknya secara berkala. Kita cek virusnya di bawah 18 bulan bertahap usia 6 minggu yang pertama, yang kedua usia 6 bulan. Kalau dua-duanya negatif, nanti dilanjutkan usia 18 bulan, baru kita bisa cek screening rapid HIV dengan antibodi HIV,"ungkapnya.
Pencegahan lainnya, karena HIV dapat menular dari pemberian ASI pada ibu yang terkena virus tersebut, Maka sebisa mungkin bayi tak diberikan ASI.
"Memang kita tahu ASI adalah saran terbaik, namun pada kasus ini sebaiknya tidak untuk pasien anak HIV. Kalau di Indonesia, masih dilanjutkan untuk menggunakan susu formula. Kalau dia masih mendapatkan ASI yang masih mungkin ada virus ibunya bisa saja nanti virusnya gampang masuk, karena sudah masuk saluran cerna. Cuman juga tidak disarankan mencampur ASI dengan susu formula,"imbuhnya.
(dec/spt)