Logo Bloomberg Technoz

AADI menuntaskan proses listing kemarin, di harga Rp5.550/saham. Sesaat setelah dibuka, saham AADI sentuh ARA usai naik 19,82% ke level Rp6.650/saham.

AADI melepas sebanyak 778,69 juta saham. Dengan harga pelaksanaan tersebut, maka perusahaan memproleh dana segar Rp4,32 triliun. Saham AADI mengalami kelebihan permintaan atau oversubscribed hingga 260,14 kali pada penjatahan terpusat.

Harga Batu Bara Anjlok

ARA saham AADI terjadi bertepatan dengan masih adanya tren negatif yang mempengaruhi harga batu bara global.

Pada Kamis (5/12/2024), harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan ini ditutup di US$ 132.6/ton. Anjlok 1,04% dibandingkan hari sebelumnya dan menjadi yang terendah sejak 2 Juli atau lebih dari 5 bulan terakhir.

Dalam sepekan terakhir, harga batu bara ambruk 4,91%. Selama sebulan ke belakang, harga terpangkas 6,02%.

Apa boleh buat, batu bara memang makin tidak mendapat tempat. Meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan membuat sumber energi fosil ini makin ditinggalkan.

Termasuk di Indonesia, negara eksportir batu bara terbesar dunia. Presiden Prabowo Subianto bertekad untuk ‘menyuntik mati' seluruh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada 2040.

Kualitas Margin

Usai IPO, AADI akan fokus untuk operasional perusahaan alih-alih mengagendakan ekspansi.

“Kami belum memikirkan rencana ekspansi, tetapi kami akan tetap fokus pada operational excellence, dimana kami akan fokus pada produktivitas dan efisiensi supaya performa dari operasional itu bagus,” kata Direktur Utama AADI Julius Aslan usai Seremoni Pencatatan Perdana Saham AADI.

Selain untuk melunasi sebagian utang, AADI memang menganggarkan sebagian dana hasil IPO untuk belanja modal atau capital expenditure (capex).

Namun, capex ini lebih dialokasikan untuk optimalisasi portofolio bisnis yang sudah ada, salah satunya seperti untuk belanja alat berat.

Dengan begitu, output dari portofolio tambang AADI akan lebih optimal dan berjalan lebih efisien. "Akhirnya, kalau performa operasional bagus, margin laba juga akan baik," ujar Aslan.

Di sisi lain, AADI lebih memilih mengejar efisiensi operasional demi menjaga biaya tunai yang dibutuhkan untuk setiap prouksi (cash cost) batu bara. Cash cost menjadi hal penting di industri ini karena menjadi penentu untung atau ruginya perusahaan di tengah fluktuasi harga batu bara.

"Karena memang bisnis batubara termal ini kunci suksesnya itu cost. Jadi kalau cost -nya itu rendah, tentu pada harga berapapun kami masih bisa survive. Seperti yang pernah kita ketahui di tahun 2020 itu pernah di bawah US$50/ton, tetapi Adaro masih bisa survive," tutur Aslan.

"Kenapa? Karena cost kami dijaga. Kami selalu efisien dan itu menjadi core competence kita untuk membuat efisiensi menjadi DNA-nya." 

(red)

No more pages