Riefky lantas menyebut faktor lambannya proses administrasi di Indonesia menjadi faktor penghambat investasi asing masuk. Dari catatan dia, ada 26 dokumen terkait birokrasi administrasi yang harus diselesaikan investor jika ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
Bandingkan dengan Vietnam yang hanya enam dokumen. Negara-negara lain yang mensyaratkan dokumen administrasi minim di bawah 10 ada Singapura (5), Arab Saudi (4), China (7).
Di sisi lain, Indonesia menghadapi tantangan dari segi regulasi dan supremasi hukum. Dalam paparannya, mengutip dari Data World Bank, menunjukkan, Indonesia mendapatkan Indeks Supremasi Hukum dengan nilai 42,31 di bawah rata-rata negara Eropa dan Asia Tengah, Amerika Latin, serta Timur Tengah dan Afrika Utara.
"Jadi kalau mau investasi tapi misalnya perizinannya nggak keluar-keluar, regulasi perdagangannya itu berubah cukup sering. Kepastian hukum yang nggak ada yang membuat investor itu jadi mempertanyakan untuk investasi di negara A ketimbang negara B," jelas dia.
Riefky menyinggung perihal Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang telah mengalami perubahan beberapa kali hanya dalam kurun waktu tiga bulan.
Tidak sekadar paksa Apple investasi, Indonesia wajib bereskan 'lubang-lubang' ini
"Bayangkan, Apple melakukan investasi di sini, nggak tau bulan depan apakah mereka bisa impor bahan baku yang mereka butuhkan, atau mereka nggak tau apakah kemudian mereka bisa mendapatkan input yang mereka butuhkan untuk produksi [saat regulasi berubah-ubah]," tegas dia.
Infrastruktur juga masih jadi PR sebagai faktor penghambat investasi dalam negeri. Skor Logistic Performance Index (LPI) Indonesia menunjukkan kualitas dan penyediaan infrastruktur yang relatif masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara.
Meski demikian, dari kabar terbaru diketahui Apple berencana membangun fasilitas pabrik di Indonesia. Langkah ini diambil setelah pemerintah sebelumnya menolak proposal investasi Apple senilai US$100 juta atau setara Rp1,58 triliun, menurut penjelasan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Kamis.
Agus menjelaskan, rencana ini selaras dengan tiga skema pemenuhan TKDN yakni manufaktur, aplikasi, dan inovasi. "iPhone Insya Allah mereka akan mengambil skema pertama, yaitu investasi fasilitas produksi atau pabrik di Indonesia," kata Agus mengutip di Surabaya.
Apple, lanjut Agus, juga sudah melakukan pembicaraan awal dengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM perihal rencana investasi yang mencapai US$1 miliar atau Rp15,8 triliun.
(wep)