Konsolidasi bisa dilakukan dengan dua cara, merger dan akuisisi. Teknisnya nanti akan seperti konsolidasi Bank Syariah Mandiri yang melebur jadi Bank Syariah Indonesia (BSI).
Penggabungan yang akan dilakukan untuk BUMN Karya, digambarkan secara prematur yaitu PT Waskita Karya Tbk (WSKT) akan digabungkan dengan PT Hutama Karya (Persero), lalu PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) akan dikawinkan dengan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). “Tapi, itu belum menjadi keputusan,” kata Erick.
Tercatat ada sembilan BUMN sektor karya yang bergerak di bisnis konstruksi dan infrastruktur, sebagai berikut:
1. PT Adhi Karya Tbk (ADHI)
2. PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP)
3. PT Waskita Karya Tbk (WSKT)
4. PT Wijaya Karya Tbk (WIKA)
5. PT Hutama Karya (Persero)
6. PT Brantas Abipraya (Persero)
7. PT Amarta Karya (Persero)
8. PT Nindya Karya (Persero)
Satu BUMN karya sudah lebih dulu gulung tikar alias bangkrut yaitu PT Istaka Karya (Persero) meninggalkan utang hingga Rp1 triliun.
BUMN untung vs BUMN rugi
Kementerian BUMN meyakini, penggabungan BUMN karya menjadi empat perusahaan akan membantu perusahaan pelat merah itu lebih baik terutama dari sisi keuangan. “Supaya konsolidasi keuangan bukunya lebih sehat, bertahap,” jelas Erick.
Penggabungan dua perusahaan, lebih-lebih sebuah korporasi yang membawa isi “jeroan” masing-masing, bukan hal gampang. Dalam konteks BUMN karya, saat ini kondisi BUMN karya yang tengah menghadapi beban utang besar juga tidak semuanya sama. Ada yang relatif lebih sehat. Ada juga yang lebih “penyakitan”. Ada yang sudah mencetak untung, ada yang masih berkelindan dalam kerugian.
Mengacu pada laporan keuangan WSKT pada kuartal 1 lalu, perusahaan mengalami rugi bersih Rp374,9 miliar, sedikit lebih baik ketimbang kerugian periode sebelumnya yang mencapai Rp830,6 miliar. Adapun pendapatan usaha turun 0,6% menjadi Rp2,73 triliun.
Bagaimana BUMN karya yang lain? WIKA sejauh ini juga merugi Rp59,6 miliar pada 2022 akibat pembengkakan berbagai biaya.
Praktis, baru dua dari empat BUMN karya yang tercatat sahamnya di bursa yang sejauh ini berhasil mencetak keuntungan. Adhi Karya pada kuartal 1-2023 berhasil mencetak laba Rp8,45 miliar meski pendapatan usaha menyusut 30% menjadi Rp2,66 triliun dibandingkan kuartal II-2022.
Terakhir, PTPP sejauh ini belum menyerahkan laporan kinerja kuartal 1-2023. Namun, capaian kinerja pada 2022 menunjukkan, perusahaan masih berhasil mencetak laba pada 2022 sebesar Rp271,7 miliar naik tipis 2,15% secara tahunan didukung pendapatan usaha yang berhasil tumbuh 12%.
Menggabungkan berbagai perusahaan dengan kondisi keuangan yang berbeda-beda tentu membutuhkan trik khusus agar tidak memicu masalah lebih besar di kemudian hari. Erick menyebut, rencana penggabungan BUMN karya masih dalam proses penggodokan, terutama untuk memastikan arus kas (cashflow) masing-masing perusahaan cukup baik sehingga tidak saling memberatkan.
Momok utang
Bukan cuma perkara untung rugi perusahaan saja, beban utang BUMN karya yang menjadi salah satu episentrum masalah di sektor ini juga memiliki bobot bervariasi.
Sejauh ini, Waskita masih menjadi “juara” perihal beban utang dan rasio utang luar biasa tinggi. Pada kuartal 1-2023, Waskita mencatat total kewajiban mencapai Rp84,37 triliun di mana sebesar Rp21,23 triliun adalah kewajiban jangka pendek (current liabilities).
Adapun ekuitas perusahaan tercatat Rp13,84 triliun. Itu menjadikan rasio utang terhadap ekuitas (DER) Waskita menjadi 609% atau 6 kali.
Bandingkan dengan rasio utang perseroan pada kuartal 1-2014 saat proyek-proyek infrastruktur belum membebani keuangan perseroan. Ketika itu, total kewajiban Waskita baru sebesar Rp5,91 triliun dengan nilai ekuitas Rp2,28 triliun, sehingga rasio utang Waskita sebesar 2,5x. Semakin kecil angka rasio utang, semakin sehat sebuah perusahaan. Begitu juga sebaliknya.
Wijaya Karya alias WIKA juga masih bergelut dengan beban utang besar. Perseroan mencatat total kewajiban sebesar Rp57,6 triliun pada kuartal IV-2022 dengan ekuitas sebesar Rp17,49 triliun, membuat rasio utang perseroan sebesar 3,29 kali sedikit naik dari posisi kuartal sebelumnya.
Adhi Karya mencatat total kewajiban pada kuartal 1-2023 sebesar Rp30,29 triliun dengan nilai ekuitas Rp8,86 triliun, menjadikan rasio utang perusahaan sebesar 3,41 kali, sudah jauh menurun dibandingkan posisi kuartal III-2022 saat rasio utang ADHI menjadi yang tertinggi di antara empat BUMN tersebut yaitu sebesar 5,17 kali.
PTPP sejauh mencatat kenaikan kewajiban secara tahunan menjadi Rp42,79 triliun di mana sebanyak Rp26,8 triliun adalah kewajiban jangka pendek, menurut laporan keuangan kuartal IV-2022. Akan tetapi, bila dibanding kuartal sebelumnya, beban kewajiban PTPP sedikit berkurang sehingga membantu rasio utangnya turun sedikit menjadi 2,88 kali.
(rui)