Dalam kesempatan tersebut, Rieke sebelumnya merekomendasikan kepada pemerintah untuk menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang seharusnya berlaku pada 1 Januari 2025. Hal ini merespons rencana pemerintah yang akan meningkatkan tarif PPN karena amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
"Dengan seluruh kerendahan hati, saya merekomendasikan di rapat paripurna ini mendukung Presiden Prabowo menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12% sesuai amanat pasal 7 ayat 3 dan ayat 2 UU No. 7/2021," ujar Rieke dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-9 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025, Kamis (5/12/2024).
Rieke mengatakan selama ini Kementerian Keuangan berencana untuk menaikkan PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 dengan argumentasi bahwa hal itu sesuai dengan perintah dari Pasal 7 UU HPP. Padahal, kata Rieke, pemerintah seharusnya memahami UU HPP tersebut secara utuh.
"Mari kita baca dan hayati pasal 7 ayat 3 UU HPP bahwa tarif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diubah bukan hanya paling tinggi 15% tapi bisa juga diubah menjadi paling rendah 5%," tegas Rieke.
Sekadar catatan, pemerintah mematok pendapatan PPN pada 2025 mencapai Rp917,78 triliun, melonjak 18,2% dari target 2024 yang hanya dipatok Rp776,23 triliun. Tambahan pendapatan itu bersamaan dengan penerapan kenaikan tarif PPN menjadi 12%.
Di sisi lain, pemerintah malah menurunkan target pendapatan dari PPnBM nyaris separuh. Pada 2025, target PPnBM tercatat hanya Rp16,6 triliun, atau merosot 39% dari target sebelumnya yang mencapai Rp27,25 triliun.
Hal itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201 Tahun 2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 yang ditetapkan Prabowo pada 30 November 2024.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah akan mengumumkan kepastian terkait kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada pekan depan.
Hanya saja, dia enggan membeberkan keputusan akhir yang akan diambil, yakni tetap menaikkan PPN di tengah ekonomi yang lesu atau menunda pelaksanaan yang seharusnya berlaku 1 Januari 2025. Dia hanya menyebutkan bahwa pemerintah akan melakukan simulasi terlebih dahulu terkait dampak kebijakan tersebut.
"Nanti [soal PPN 12%] diumumkan minggu depan. Disimulasikan dulu," ujar Airlangga di kantornya, Selasa (3/11/2024) malam.
Sebelumnya, DPR memberikan sinyal keputusan untuk menunda kenaikan PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025 bakal terganjal oleh kegiatan di luar waktu sidang atau reses.
Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengatakan hingga saat ini belum ada pembicaraan formal dengan pemerintah untuk menunda kebijakan tersebut. Baik pemerintah maupun DPR tetap konsisten untuk merujuk pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
Terlebih, kata Kamrussamad, DPR bakal memasuki masa reses dalam waktu dekat. Sementara itu, DPR baru akan kembali memasuki sidang sekitar 15 atau 16 Januari 2025. Dengan kata lain, masa sidang tersebut sudah melewati awal penerapan kenaikan PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025.
"Belum ada pembicaraan formal, kita sudah reses minggu depan. Ya terjemahkan sendiri timeline kerjanya, minggu depan sudah mulai reses, [selesai] 15 Januari, 16 Januari 2025," ujar Kamrussamad saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dikutip Rabu (4/12/2024).
Kamrussamad mengamini rapat kerja (raker) di luar masa sidang tetap bisa dilakukan, sepanjang pimpinan DPR RI mengizinkan.
(dov/lav)