Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2024-2029, Setyo Budiyanto memastikan lembaga antirasuah tersebut akan tetap melaksanakan operasi tangkap tangan atau OTT. Dia mengklaim, kepemimpinannya mungkin hanya akan mengubah penamaan operasi penegakan hukum tindak pidana korupsi tersebut.

"Sebenarnya kan ini [polemik OTT] hanya diskusi terkait masalah penamaan, nomenklatur," kata Setyo di kompleks DPR, Kamis (5/12/2024).

"Menurut saya [OTT] nggak ada masalah.” 

Menurut dia, KPK masih perlu melakukan OTT dalam pemberantasan korupsi. Dia mengatakan, berdasarkan pengalamannya di KPK, OTT pun kerap menjadi cara atau solusi penyidik mengungkap sejumlah kasus besar.

Meski demikian, Setyo mengatakan, kepemimpinannya akan lebih selektif dan rinci dalam perencanaan dan pelaksanaan OTT. Dia mengklaim, praktik OTT meski ganti nama, akan berfokus untuk mengungkap kasus korupsi yang lebih besar dari kasus awalnya.

“Dengan kami berlima nanti akan selektif lagi, lebih detail lagi, bagaimana teknis bisa lebih bagus, yang lebih bisa mengungkap kasus yang lebih besar, dan bisa bermanfaat," kata dia.

"Syukur-syukur nanti bisa kasus-kasus yang hasil atau pengungkapan dengan nilai yang lebih besar.”

Hal ini disampaikan meski ada satu pimpinan KPK para periode 2024-2029 yang secara lugas menolak konsep OTT. Dia adalah petahana wakil ketua KPK Johanis Tanak yang menilai OTT sudah tak diperlukan dalam penegakan hukum tipikor.

Setyo mengklaim, belum bertemu kembali dengan Tanak. Dia pun mengklaim, belum paham konsep dan maksud pernyataan Tanak soal penghapusan OTT. Dia pun menilai, calon rekannya tersebut pun hanya sekadar tak setuju pada penamaan OTT belaka.

“Saya yakin itu hanya sifatnya apakah penjelasan beliau dari sisi nomenklatur atau dari sisi penamaan saja, atau memang beliau tidak setuju,” kata Setyo.

KPK sendiri baru menggelar tiga OTT yang menjerat kepala daerah di Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Bengkulu, dan Kota Pekanbaru.

Dalam OTT di Kalimantan Selatan, KPK pun telah menetapkan tujuh orang tersangka. Lima tersangka di antaranya adalah penyelenggara negara yaitu Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, Kepala Dinas PUPR Kalsel Ahmad Solhan, Kepala Cipta Karya PUPR Kalsel Yulianti Erlynah, Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad, dan Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean. 

Penyidik setidaknya menyita uang tunai senilai Rp12,11 miliar dan US$500 dari kediaman tiga orang tersangka. Seluruh uang tersebut diduga sebagai fee dari pihak swasta kepada Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor.

Sementara pada operasi senyap di Bengkulu, KPK meringkus Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah bengkulu Isnan Fajri, dan Ajudan Gubernur Bengkulu Evriansyah. Dalam perkara ini, KPK mengamankan uang sejumlah Rp7 miliar dalam bentuk rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura.

Lalu dalam OTT di Pekanbaru, KPK mengamankan tiga tersangka yakni Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, Sekretaris Daerah Pekanbaru Indra Pomi Nasution, dan Plt Kabag Umum Setda Pekanbaru Novin Karmila. Dalam kasus ini, KPK juga mengamankan uang dengan total Rp6,82 miliar.

(azr/frg)

No more pages