Logo Bloomberg Technoz

Menurut Rieke, penting bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk memutuskan implementasi PPN 12% menggunakan mempertimbangan konstitusional demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

"Dalam penjelasannya (di UU HPP) disampaikan bahwa keputusan naik tidaknya harus mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta pertumbuhan harga kebutuhan pokok setiap tahun," kata Rieke.

Dia memaparkan bahwa Pidato Ketua DPR RI Puan Maharani telah mengingatkan persoalan fiskal moneter dan kehidupan masyarakat yang sedang tidak baik-baik saja. Hal ini dibuktikan dengan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), terjadinya deflasi selama lima bulan berturut-turut pada tahun ini.

"Ini yang harus diwaspadai berdampak pada krisis ekonomi serta adanya kenaikan harga kebutuhan pokok," tutur Rieke.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPR RI Puan Maharani juga menanggapi pernyataan Rieke dengan mengatakan bahwa pemerintah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan memberikan kejutan baru pada 2025. 

"DPR tentu saja meyakini pemerintah baru akan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Pasti Insyallah pada 2025 akan ada kejutan-kejutan baru dari pemerintah baru," ujar Puan. 

Sekadar catatan, pemerintah mematok pendapatan PPN pada 2025 mencapai Rp917,78 triliun, melonjak 18,2% dari target 2024 yang hanya dipatok Rp776,23 triliun. Tambahan pendapatan itu bersamaan dengan penerapan kenaikan tarif PPN menjadi 12%.

Di sisi lain, pemerintah malah menurunkan target pendapatan dari PPnBM nyaris separuh. Pada 2025, target PPnBM tercatat hanya Rp16,6 triliun, atau merosot 39% dari target sebelumnya yang mencapai Rp27,25 triliun.

Hal itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201 Tahun 2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 yang ditetapkan Prabowo pada 30 November 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah akan mengumumkan kepastian terkait kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada pekan depan. 

Hanya saja, dia enggan membeberkan keputusan akhir yang akan diambil, yakni tetap menaikkan PPN di tengah ekonomi yang lesu atau menunda pelaksanaan yang seharusnya berlaku 1 Januari 2025. Dia hanya menyebutkan bahwa pemerintah akan melakukan simulasi terlebih dahulu terkait dampak kebijakan tersebut.

"Nanti [soal PPN 12%] diumumkan minggu depan. Disimulasikan dulu," ujar Airlangga di kantornya, Selasa (3/11/2024) malam.

Sebelumnya, DPR memberikan sinyal keputusan untuk menunda kenaikan PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025 bakal terganjal oleh kegiatan di luar waktu sidang atau reses.

Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengatakan hingga saat ini belum ada pembicaraan formal dengan pemerintah untuk menunda kebijakan tersebut. Baik pemerintah maupun DPR tetap konsisten untuk merujuk pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.

Terlebih, kata Kamrussamad, DPR bakal memasuki masa reses dalam waktu dekat. Sementara itu, DPR baru akan kembali memasuki sidang sekitar 15 atau 16 Januari 2025. Dengan kata lain, masa sidang tersebut sudah melewati awal penerapan kenaikan PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025.

"Belum ada pembicaraan formal, kita sudah reses minggu depan. Ya terjemahkan sendiri timeline kerjanya, minggu depan sudah mulai reses, [selesai] 15 Januari, 16 Januari 2025," ujar Kamrussamad saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dikutip Rabu (4/12/2024).

Kamrussamad mengamini rapat kerja (raker) di luar masa sidang tetap bisa dilakukan, sepanjang pimpinan DPR RI mengizinkan.

(dov/lav)

No more pages