Logo Bloomberg Technoz

Program 'Quick Win’ Prabowo yang telah disahkan dalam APBN 2025 antara lain: Pertama, Program Makan Bergizi Gratis dianggarkan sebesar Rp71 triliun. Kedua, Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis untuk 52,2 juta orang dianggarkan sebesar Rp3,2 triliun. Ketiga, dianggarkan Rp1,8 triliun di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk pembangunan rumah sakit (RS) lengkap berkualitas di daerah. 

Keempat, Program Penanganan dan Penuntasan TBC dengan anggaran yang disiapkan sebesar Rp 8 triliun. Kelima, Program Renovasi Sekolah dengan anggaran Rp20 triliun. Keenam, Program Sekolah Unggulan Terintegrasi dengan anggaran Rp2 triliun. Ketujuh, Program Lumbung Pangan Nasional, Daerah, dan Desa dengan total anggaran Rp15 triliun.

Tak hanya itu, Prabowo juga berjanji akan menyediakan kebutuhan rumah untuk masyarakat kelas menengah bawah melalui Program 3 Juta Rumah. Program ini akhirnya diwujudkan melalui kepanjangan tangan presiden, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, dengan bekal anggaran kementerian Rp5,2 triliun.

Pemerintah bahkan merelakan penerimaan negara berkurang dengan menyediakan insentif bebas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan retribusi biaya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk Program 3 Juta Rumah.

Janji Manis Tambah Gaji Guru, Hakim hingga ASN, TNI/Polri

Prabowo Resmi Naikan Gaji Guru ASN 1 Kali Gapok, Non-ASN Dapat Insentif (Tim Media Prabowo)

Prabowo Subianto juga menebar janji akan memperbaiki kesejahteraan para guru di Indonesia. Janji itu tak lama direalisasikan melalui pengumuman resmi kenaikan gaji guru tepat pada Puncak Peringatan Hari Guru di Velodrome, Jakarta Timur, Kamis (28/11/2024).

"Hari ini saya agak tenang berdiri di hadapan para guru karena saya bisa menyampaikan bahwa kita walaupun baru berkuasa satu bulan, kami bisa mengumumkan bahwa kesejahteraan guru bisa kita tingkatkan," kata Prabowo dalam YouTube Kemendikdasmen, Kamis (28/11/2024).

Pemerintah menaikkan gaji guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebesar satu kali gaji. Sementara itu, untuk guru non-ASN yang mengikuti sertifikasi pendidikan profesi guru (PPG) akan mendapat kenaikan gaji menjadi Rp2 juta. Alhasil, anggaran negara untuk membayar gaji guru melonjak Rp16,7 triliun menjadi Rp 81,6 triliun pada tahun depan.

Prabowo juga akan melakukan perbaikan terhadap gaji hakim agung. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo, yang juga merupakan adik dari Prabowo. Pernyataan ini sebagai respons dari aksi para hakim yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia menggelar cuti massal  untuk memprotes rendahnya apresiasi terhadap para hakim dalam kurun 11 tahun terakhir.

Pada masa kampanye, Prabowo yang merupakan calon presiden nomor urut 02 kala itu, memastikan gaji ASN akan kembali naik jika ia memimpin Indonesia. Padahal, mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menaikkan gaji para ASN pada 2024. 

"Seluruh penyelenggara negara ASN, TNI, Polri penyuluh pertanian, harus kita perbaiki gajinya sehingga kualitas hidup mereka meningkat, sehingga mereka bisa memberi pelayanan kepada rakyat dengan sebaik-baiknya," kata Prabowo dalam paparan debat Pilpres, Minggu (4/2/2024).

Ruang Fiskal Sempit: Belanja & Utang Bengkak, Pendapatan Pajak Jadi Tumbal

Presiden Prabowo Subianto saat Retret Kabinet Merah Putih di Lapangan Sapta Marga, Akmil Magelang pada Jumat (25/10/2024) (Tim Media Prabowo Subianto)

Janji Prabowo untuk menopang berbagai sektor itu tentu berimplikasi pada politik kebijakan anggaran belanja negara dalam APBN 2025. Di tengah ruang fiskal yang sempit, pemerintah berupaya memenuhi belanja dengan menggenjot penerimaan negara yang berasal dari masyarakat, serta menarik utang jumbo yang akan mengerek defisit anggaran.

Belum lagi, pemerintah harus menanggung beban utang jatuh tempo pada 2025 yang nilainya  mencapai Rp800,33 triliun. Berdasarkan presentase Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat dengar bersama Komisi XI DPR RI, (6/6/2024), jumlah utang jatuh tempo terdiri atas: surat berharga negara (SBN) jatuh tempo 2025 sebesar Rp705,5 triliun dan pinjaman jatuh tempo Rp94,83 triliun. 

Dalam Nota Keuangan APBN 2025 tergambar, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp3.005 triliun, atau melonjak 7,2% dari pendapatan pada 2024 yang sebesar Rp2.802 triliun. Kenaikan target tersebut sejalan dengan kenaikan belanja negara yang ditetapkan dalam APBN 2025, yakni Rp3.621,3 triliun, atau melonjak 6,1% dari belanja 2024, sekitar Rp3.412 triliun. Dengan demikian, pemerintah akan mengalami defisit anggaran sebesar Rp616,2 triliun, atau 2,53% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Dari sisi penerimaan, pemerintah menargetkan pendapatan pajak dalam negeri Rp2.433,5 triliun, melonjak 8,8% dari target 2024 sebesar Rp2.234,9 triliun.

Jika target pajak 2025 diamati lebih jeli, penerimaan negara hanya bertumpu pada target pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Orang Pribadi yang dihasilkan dari masyarakat kelas menengah.

Terbukti dari target pendapatan pajak, hanya penerimaan dari PPN dan PPh Orang Pribadi yang dipatok naik, sementara sisanya, yakni pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), PPh Badan, pajak bumi dan bangunan (PBB), cukai, pajak lain, dan pajak perdagangan internasional ditargetkan menurun dibanding tahun sebelumnya.  

Target penerimaan PPN pada 2025 tercatat mencapai Rp917,78 triliun, melonjak 18,2% dari target 2024 yang hanya dipatok Rp776,23 triliun. Tambahan pendapatan itu bersamaan dengan penerapan kenaikan tarif PPN menjadi 12%.

Di sisi lain, pemerintah malah menurunkan target pendapatan dari pajak orang kaya atau PPnBM hingga nyaris separuhnya. Pada 2025, target PPnBM tercatat hanya Rp16,6 triliun, atau merosot 39% dari target sebelumnya yang mencapai Rp27,25 triliun.

Kemudian, target penerimaan dari pajak 'keringat' buruh atau PPh Pasal 21 untuk Orang Pribadi meroket tajam hingga 45% menjadi Rp313,51 triliun, dari sebelumnya hanya Rp215,21 triliun. Tak hanya itu, pemerintah juga menargetkan meraup PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi Rp15,14 triliun pada tahun depan, atau melonjak 18,3% dibanding target PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi tahun ini yang sebesar Rp12,79 triliun.

Di sisi lain, pemerintah malah mematok pendapatan dari pajak pengusaha kaya, yakni PPh Pasal 25/29 untuk Badan sebesar Rp369,95 triliun pada 2025. Angka itu menyusut 13,6% dibanding target 2024 yang mencapai Rp428,59 triliun.

Penerimaan PBB hanya dipatok Rp27,11 triliun, turun dari sebelumnya Rp27,18 triliun. Penerimaan cukai Rp244,19 triliun atau turun dari Rp246,07 triliun. Kemudian, penerimaan pajak lainnya dipatok Rp7,79 triliun atau turun dari Rp10,54 triliun. Terakhir, pajak perdagangan internasional hanya dipatok Rp57,4 triliun atau merosot dari Rp74,9 triliun.

Pahit, Kenaikan Tarif PPN 12% Jadi Solusi Utama Belanja Jumbo 

Massa HMI MPO melakukan demo tolak PPN 12% di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (27/12/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Seperti diketahui, pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif PPN dari semula 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025, meski kebijakan ini menuai banyak protes karena dianggap akan membebani masyarakat, terutama kelompok menengah, di tengah ekonomi yang lesu.

Untuk mengatasi dampak ekonomi dari kenaikan tarif PPN, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berencana memberlakukan insentif fiskal bagi sejumlah kalangan. Faktanya, insentif sebagian besar diberikan untuk masyarakat bawah dan masyarakat atas, bukan kelas menengah yang terkena dampak paling besar. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani berdalih, pemerintah enggan membatalkan kebijakan ini karena sudah sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.

Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengonfirmasi bahwa penyusunan APBN 2025 sudah menggunakan asumsi kenaikan PPN menjadi 12%. Menurut dia, asumsi rasio pajak atau tax ratio yang disetujui di Undang-undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN 2025 sudah menggunakan asumsi kenaikan tersebut. 

Kamrussamad mengamini bila PPN 12% ditunda dari target pelaksanaannya pada 1 Januari 2025, maka akan mempengaruhi ruang fiskal dalam APBN.

Bhima Yudhistira Adhinegara, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai ada tiga faktor utama Prabowo enggan membatalkan kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Pertama, kebutuhan Program Prioritas 'Quick Win' seperti Program Makan Bergizi Gratis  dan Swasembada Pangan akan menguras anggaran yang sangat besar.

"PPN dianggap solusi menambal defisit APBN yang nyaris menyentuh 3% karena besarnya dana untuk program 2025," ujar Bhima kepada Bloomberg Technoz, Senin (30/12/2024).

Kedua, pemerintah sedang terdesak membutuhkan penerimaan pajak untuk membiayai kebutuhan pembayaran bunga dan utang jatuh tempo. 

"Total debt service tahun depan Rp1.300 triliun setara 59,3% total target penerimaan perpajakan 2025. Utang ini jadi masalah serius kalau sampai pemerintah gagal bayar utang bisa sentimen negatif di pasar keuangan, rupiah bisa melemah drastis," tutur Bhima.

Ketiga, lanjut dia, kenaikan tarif PPN 12% dianggap cara paling mudah mendapatkan pemasukan baru dibanding kerja keras lainnya, seperti mengejar kepatuhan pajak dan memburu pajak kekayaan.

Pasalnya, menurut dia, mengejar pajak kekayaan atau wealth tax butuh kerja ekstra, misalnya mencocokkan data, menagih hingga mengejar aset di luar negeri.

"Karena malas, maka yang diburu adalah wajib pajak existing (yang sudah ada). Pemerintah ini kan tidak mau susah mikir, suka jalan pintas, maka siapapun bisa dengan mudah menaikkan tarif pajak," kata Bhima.

Tabel Pendapatan Pajak dalam Negeri 2024 dan 2025 (Bloomberg Technoz)

(lav/roy)

No more pages