Logo Bloomberg Technoz

Lebih lanjut, dia menggarisbawahi komitmen Presiden Prabowo Subianto memadamkan PLTU di Indonesia dalam 15 tahun perlu ditindaklanjuti secara serius. Apalagi, kebutuhan dana untuk penutupan pembangkit batu bara tidaklah kecil.

Celios mengestimasikan kebutuhan dana pensiun PLTU batu bara hingga 2050 mencapai sekitar Rp444 triliun. Bhima pun tidak memungkiri pemerintah dihadapkan pada keterbatasan anggaran untuk mengumpulkan dana tersebut.

“Kewajiban pembayaran bunga dan utang jatuh tempo tahun depan saja diperkirakan mencapai 45% dari total APBN [Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara], sehingga manuver untuk program transisi energi kian terbatas,” lanjutnya.

Di lain sisi, pada pergelaran COP 29 di Baku, Azerbaijan bulan lalu, negara-negara maju sudah menyepakati skema NCQG. Skema itu mewajibkan mereka membantu pendanaan US$300 miliar (sekitar Rp4,8 kuadriliun) per tahun kepada negara berkembang.

“Bantuan pendanaan ini diharapkan berbentuk skema di luar pinjaman baru, salah satunya adalah debt swap atau pertukaran utang,” kata Bhima.

Dengan demikian, dalam rangka memberikan solusi percepatan pemensiunan PLTU batu bara tanpa mengganggu APBN, Celios menyarankan agar pemerintah memanfaatkan skema pertukaran utang tersebut untuk memensiunkan PLTU secara bertahap.

Daftar 19 PLTU batu bara yang bisa dipensiunkan lewat skenario tukar utang./dok. Celios

19 PLTU

Lebih lanjut, Ekonom Celios Bakhrul Fikri pun menyarankan pemerintah segera membentuk tim khusus negosiasi pertukaran utang dengan negara maju di G-7, baik melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) maupun skema bilateral. 

“Komitmen transisi energi ambisius Presiden Prabowo bisa bertemu dengan skema pertukaran utang negara maju. Tindak lanjutnya adalah kementerian terkait dan PLN harus segera mengeluarkan peta jalan dan shortlist unit PLTU batu bara yang akan dipensiunkan.”

Menurutnya, Celios telah mendata setidaknya ada 19 PLTU milik PLN yang bisa masuk dalam skema pertukaran utang, seperti PLTU Suralaya, Paiton, dan Ombilin.” ujarnya.

Bagaimanapun, dia tidak menampik terdapat beberapa tantangan dalam skema tukar utang untuk pembiayaan suntik mati PLTU batu bara. Salah satunya, memastikan bahwa nilai dari utang yang bisa ditukar cukup signifikan.

“Pengalaman debt swap sebelumnya nilai utang yang bisa ditukar cukup kecil,” tutur Bakhrul.

Selain itu, pemilihan lembaga yang akan memonitor dan memverifikasi proyek juga diharapkan independen, dan tidak terkait dengan pihak kreditur.

“Selain itu aspek transparansi kepada masyarakat yang terdampak dari PLTU batu bara beserta kompensasinya harus masuk dalam paket debt swap.

Utang PLN./dok. PLN, diolah Celios


PLN Tak  Sanggup

Masalah pendanaan negara maju untuk pensiun PLTU batu bara sebelumnya turut disoroti PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

Direktur PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Darmawan Prasodjo menyebut negara, khususnya PLN, tidak memiliki biaya untuk memadamkan seluruh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara dalam 15 tahun seperti yang diinginkan Presiden Prabowo.

“Suntik mati PLTU pada dasarnya kami membangun suatu kriteria. Kalau ada usulan dari manapun bahwa ini harus cost neutral. Jadi kalau ada penambahan biaya, yang menanggung bukan Pemerintah Indonesia, bukan PLN, karena penurunan efek gas rumah kaca [GRK] ini dampaknya bagi global community, bukan bagi Indonesia saja,” kata Darmawan dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Selasa (3/12/2024).

Mengutip data yang dipaparkan dalam pergelaran COP 29 di Baku, Azerbaijan bulan lalu; Darmawan mengatakan Indonesia mengeluarkan 3 ton emisi GRK per kapita per tahun.

Untuk itu, PLN sangat berhati-hati dalam menghentikan penggunaan batu bar dalam bauran ketenagalistrikan nasional. Terlebih, ketika suatu PLTU harus disuntik mati, perseroan harus membangun pembangkit baru berbasis energi baru terbarukan (EBT).

“Ada penambahan investasi, kemudian belum lagi investasi yang dahulu. Jadi bagi kami [PLN], ya kalau kami bisa ada [bantuan] dana internasional gratis yang cost neutral, kami tidak menambah biaya apapun,” tutur Darmawan. 

Menurut perhitungannya, menyuntik satu PLTU akan dikenakan tambahan biaya sekitar Rp 30 triliun sampai Rp50 triliun. Dia juga menegaskan ketika PLN beralih ke EBT, sistemnya harus terjaga keandalannya. Pada saat bersamaan, konsep EBT yang dicanangkan juga harus futuristik. 

“Tentu saja kami berkomunikasi secara lugas kepada global investor, global communities. Monggo saja kalau memang ada yang mau memberikan [pendanaan] dalam jumlah yang besar, kemudian pembangkit kami diganti dengan yang lebih fresh, yang futuristik, dan menguntungkan bagi pemerintah, PLN, dan rakyat; why not?" tutur Darmawan.

Di sisi lain, Darmawan menegaskan, pengalihan PLTU menjadi EBT tidak semudah yang diperkirakan. Dia pun memberikan sinyal positif bagi komunitas global untuk ikut serta dalam mendukung Indonesia menuju keberlanjutan.

“Kebetulan kami beruntung dari pemerintah, dari Presiden sendiri sudah mencanangkan itu [suntik mati PLTU]. Akan tetapi, sampai saat ini proses coal phased out tidak dalam jumlah itu. Kami analisis satu demi satu dan kami juga spesifik seperti apa bantuan dari dunia internasional, tetapi yang jelas kita mendukung itu,” jelas Darmawan. 

(wdh)

No more pages