Masa jabatan kedua Trump menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan industri semikonduktor dan baterai Korsel. Kospi turun 7% tahun ini, sementara won merosot sekitar 9% terhadap dolar, penurunan terbesar di antara mata uang Asia.
"Daripada membeli saat harga sedang turun, kita perlu mengambil pendekatan yang lebih hati-hati," kata Park Jinho, kepala investasi saham di NH-Amundi Asset Management Co, yang mengelola dana sekitar US$4,8 miliar.
Park mengatakan dia akan menunggu untuk melihat hasil diskusi tentang dana stabilisasi saham dan kemungkinan penurunan suku bunga tambahan oleh bank sentral. "Jika ada langkah-langkah dukungan pemerintah seperti itu, pasar akan tampak aman."
Tak lama setelah deklarasi darurat militer oleh Yoon, otoritas keuangan utama Korsel berjanji akan menyediakan likuiditas tanpa batas untuk mendukung pasar dan mengatakan bahwa dana stabilisasi saham senilai 10 triliun won siap digunakan jika diperlukan.
Gubernur BOK Rhee Chang-yong mengatakan kecil kemungkinan bank sentral akan memangkas suku bunga.
Won menguat ke 1.413,50 per dolar, memangkas kerugian awal yang sempat mendorongnya ke level terlemah sejak 2009. Para ahli strategi yang disurvei Bloomberg memperkirakan mata uang ini akan diperdagangkan pada 1.410 per dolar pada akhir Maret 2025.
Investor telah mewaspadai Korsel sebelum kekacauan politik baru-baru ini terjadi. Mereka beralasan bahwa ekonomi negara itu melambat dan khawatir atas tarif Trump.
Hal ini menyebabkan arus keluar saham selama empat bulan berturut-turut dengan total lebih dari US$14 miliar, yang mendorong Citigroup Inc, Goldman Sachs Group Inc, dan JPMorgan Chase & Co menurunkan peringkat saham negara itu bulan lalu.
"Saya sudah memiliki posisi underweight di Korea dalam portofolio Asia saya," kata Joohee An, kepala investasi di Mirae Asset Global Investments Co di Hong Kong.
"Peristiwa ini tidak membantu pertumbuhan laba atau prospek perusahaan. Meskipun mereka diperdagangkan dengan harga diskon, saya lebih suka berinvestasi di negara lain yang memiliki angka pendapatan yang lebih baik."
Di tengah ketidakpastian ekonomi tahun ini, investor obligasi bernasib lebih baik. Obligasi Korsel menjadi salah satu yang berkinerja terbaik di Asia, menarik arus masuk bersih sebesar US$42 miliar berkat inklusi dalam indeks utang FTSE dan penurunan suku bunga yang mengejutkan oleh BOK.
Indeks utang berdenominasi won menghasilkan imbal hasil 8,2% pada tahun 2024, melampaui kenaikan 2% di pasar negara berkembang yang lebih luas, menurut data yang dikumpulkan Bloomberg. Namun, kenaikan lebih lanjut tidak mungkin terjadi hingga akhir tahun, kata Kiyong Seong, pakar strategi makro di Societe Generale SA di Hong Kong.
"Meskipun obligasi Korea relatif terisolasi dari gejolak politik, bukan berarti terisolasi sepenuhnya," katanya. Arus masuk obligasi mungkin akan melambat menjelang peningkatan penerbitan tahun depan, dan ada risiko anggaran tambahan, tambahnya.
(bbn)