Yayan mengatakan kredibilitas data memang selalu menjadi permasalahan tiap kali pemerintah mewacanakan penggelontoran bantuan langsung kepada masyarakat. Semestinya, subsidi BBM bisa sepenuhnya dialihkan ke BLT jika sejak awal datanya akurat.
Sebaiknya Ditunda
Terlepas dari persoalan data penerima, dia tetap berpendapat utak-atik subsidi BBM ke dalam format apapun tidaklah tepat dilakukan untuk saat ini.
Penyebabnya, masa pemugaran kinerja ekonomi nasional masih belum selesai, sehingga perubahan skema subsidi energi akan sangat rawan memengaruhi daya beli masyarakat.
Terlebih, pengalihan subsidi BBM rentan berujung pada kenaikan harga bahan bakar bersubsidi seperti Solar dan Pertalite, yang notabene banyak dikonsumsi masyarakat kelas menengah dan menengah-bawah.
“Kemungkinan yang akan paling terkena dampak itu adalah golongan masyarakat kelas menengah dan menengah-bawah, serta rumah tangga rentan miskin, karena terjadi perubahan harga. [Kelompok rentan miskin] ini bisa langsung terjun bebas menjadi rumah tangga miskin,” tuturnya.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, total volume BBM bersubsidi dialokasikan sebanyak 19,41 juta kiloliter (kl). Perinciannya, minyak tanah sebesar 0,52 juta kl dan minyak solar sejumlah 18,89 juta kl.
Penetapan alokasi subsidi ini mengalami penurunan dibandingkan dengan dengan target tahun sebelumnya sebesar 19,58 juta kl, didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM bersubsidi pada 2025 agar lebih tepat sasaran.
Pemerintah sendiri telah mengusulkan untuk mempertahankan besaran subsidi untuk solar sebesar Rp1.000 per liter pada 2025. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kenaikan harga BBM.
Adapun, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya telah mengumumkan pengalihan subsidi BBM menjadi BLT kemungkinan akan dilakukan dengan skema blended atau campuran.
Dengan kata lain, subsidi BBM tidak akan sepenuhnya dicabut; tetapi hanya sebagian dialihkan ke dalam format bantuan uang kepada masyarakat, sedangkan sisanya tetap menggunakan skema subsidi berbasis kuota terhadap komoditas/barang.
“Nanti Bapak Presiden [Prabowo Subianto] insyallah dengan kami akan mengumumkan, jadi skemanya ini kemungkinan besar itu blending antara ada subsidi barang dan sebagian subsidi BLT,” kata Bahlil kepada awak media, Rabu (27/11/2024).
Menurut Bahlil, khusus penerima BLT nanti akan diambil dari data masyarakat kurang mampu milik Kementerian Sosial, Pertamina, Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, hingga Kemenko Pembangunan Manusia. Selanjutnya, data-data tersebut akan dikonsolidasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Bahlil mengaku sudah menemui Presiden Prabowo Subianto untuk membahas keputusan final mengenai perubahan skema subsidi BBM mulai tahun depan, berikut tata cara penyaluran dan kriteria penerimanya agar lebih tepat sasaran.
Dia pun menggarisbawahi bahwa perubahan skema tersebut tidak berarti pemerintah akan mencabut subsidi BBM.
“Semuanya ada subsidi, cuma selama ini kan kita tahu, bahwa subsidi ini ditengarai sebagian tidak tepat sasaran,” lanjutnya.
“[Kalangan] yang berhak mendapat subsidi inilah saudara-saudara kita yang memang, mohon maaf, ekonominya menengah ke bawah. Sekarang, setelah kita exercise oleh BPS [Badan Pusat Statistik], sekarang sudah satu data. Kita pastikan ada satu data, artinya yang berhak menerima [subsidi BBM] itu pas,” tegas Bahlil.
Bahlil menjelaskan alasan perubahan skema penyaluran subsidi BBM, yang sebagian dialihkan menjadi BLT, juga ditujukan untuk menggairahkan daya beli masyarakat dan memastikan kuota Solar dan Pertalite betul-betul tepat sasaran.
(wdh)