"Saya meminta Majelis Nasional untuk segera menghentikan tindakan gegabah yang melumpuhkan fungsi negara melalui pemakzulan berulang kali, manipulasi legislatif, dan manipulasi anggaran," kata Yoon dalam pidatonya yang disiarkan di televisi.
Setelah Yoon mengumumkan akan mencabut dekrit tersebut, Kepala Staf Gabungan Korsel mengatakan pasukannya yang telah dimobilisasi untuk deklarasi darurat militer telah kembali ke pos semula pada pukul 4:22 pagi, Yonhap melaporkan. Tidak ada aktivitas yang tidak biasa yang terlihat dari Korea Utara (Korut).
Rabu pagi, 190 anggota parlemen dari 300 anggota parlemen dengan suara bulat memilih untuk menuntut pencabutan darurat militer.
Presiden mengatakan langkahnya itu dimaksudkan untuk melindungi kebebasan dan ketertiban konstitusional, bahwa hal itu tidak akan berdampak pada kebijakan luar negeri Korsel, dan bahwa hal itu akan membantu membasmi pengaruh para pendukung Korut.
Sebuah proklamasi dirilis setelah pidato tersebut melarang semua aktivitas politik dan pemogokan, serta mengatakan bahwa media akan tunduk pada kendali Komando Darurat Militer.
Aset-aset Korsel melemah selama perdagangan di New York. Won mengalami penurunan tertajam sejak krisis keuangan global hingga mencapai 1444,65, level terendah dalam lebih dari dua tahun, sebelum melonjak. Saham Samsung Electronics yang terdaftar di London anjlok hingga 7,2%, tapi kemudian kembali menguat.
Menteri keuangan dan kepala bank sentral bertemu dan berjanji akan menyediakan likuiditas tak terbatas ke pasar jika diperlukan. Bank of Korea akan bertemu Rabu pagi, hanya seminggu setelah memotong suku bunga yang sebagian dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian dari kemenangan Presiden terpilih AS Donald Trump.
Menambah kekacauan, federasi serikat pekerja terbesar di negara itu menyerukan pemogokan umum untuk menentang perintah Yoon.
Pengumuman mengejutkan pemberlakuan darurat militer untuk pertama kalinya sejak demokratisasi Korsel pada tahun 1987 bahkan mengejutkan partai Yoon sendiri. Han Dong-hoon, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat, mengutuk tindakan tersebut dan berjanji akan menghentikannya. Ini merupakan tanda meningkatnya isolasi presiden dan kurangnya konsultasi.
Langkah ini juga mengejutkan Gedung Putih, sehingga mendorong Wakil Menteri Luar Negeri Kurt Campbell mengatakan bahwa pemerintahan Biden mengamati perkembangan ini dengan "kekhawatiran yang mendalam."
Keputusan mendadak Yoon muncul setelah berbulan-bulan pemerintah minoritas presiden di parlemen berselisih dengan oposisi utama Partai Demokrat.
Oposisi telah berusaha memaksakan proposal anggarannya melalui parlemen dan telah mengajukan mosi pemakzulan terhadap kepala jaksa penuntut umum setelah berbulan-bulan juga berupaya menuntut istri Yoon diadili.
Menambah keretakan politik yang sudah terjadi, pemimpin Partai Demokrat telah menghadapi banyak kasus pengadilan dan dihukum bulan lalu atas pelanggaran undang-undang Pemilu, yang melarangnya mencalonkan diri sebagai presiden jika kasusnya sudah inkracht.
Di tengah kebuntuan politik, Yoon telah memveto sejumlah RUU yang disahkan parlemen dan terkadang membuat marah partainya sendiri.
Tindakan terbarunya ini meningkatkan ketegangan di dalam negeri, sekaligus menciptakan ketidakpastian yang tinggi di luar negeri terhadap prospek salah satu pemasok utama semikonduktor dunia dan sekutu setia AS dalam lingkungan keamanan yang semakin kompleks di Asia.
Meskipun perintah darurat militer hanya berlangsung kurang dari sehari, ketidakstabilan politik yang ditimbulkannya diperkirakan akan berlangsung selama dua atau tiga tahun, menurut Lee Won-Jae, profesor sosiologi di Kaist Graduate School of Culture Technology di Daejeon.
"Darurat militer telah kehilangan pengaruhnya, jadi mulai saat ini, semua lembaga negara yang menggunakan kekuatan fisik, termasuk militer dan polisi Republik Korea, berkewajiban untuk tidak mengikuti instruksi yang melanggar hukum atau tidak adil," ujar Han, pemimpin partai Yoon, dalam unggahannya di Facebook.
Langkah Yoon dilakukan pada saat ketidakpastian makin tinggi bagi negara ini karena ekonominya yang bergantung pada perdagangan menghadapi potensi tarif dari pemerintahan Trump yang akan datang. Bloomberg Economics memperkirakan pengenaan tarif penuh terhadap China, Korsel, dan mitra dagang AS lainnya dapat mengurangi ekspor Seoul ke AS sebanyak 55%.
(bbn)