Kabar terbaru, Pat Gelsinger diberi pilihan untuk pensiun atau diberhentikan. Ia memilih mengumumkan pengunduran dirinya, mengakhiri karier panjangnya di Intel, tempat ia pertama kali bekerja sebagai remaja.
Intel menunjuk David Zinsner, CFO, dan Michelle Johnston Holthaus, yang menjabat EVP, sebagai co-CEO sementara. Frank Yeary, Ketua Independen Dewan Direksi, akan menjabat sebagai ketua eksekutif sementara hingga pengganti permanen ditemukan.
Dalam pernyataannya, Pat Gelsinger menyebut hari ini sebagai "campuran pahit dan manis," mengingat dedikasinya selama bertahun-tahun di perusahaan.
"Tahun ini sangat menantang, dengan keputusan sulit tetapi perlu untuk menyesuaikan Intel dengan dinamika pasar saat ini," ujar dia.
Saat kembali ke Intel pada 2021, Pat Gelsinger berjanji untuk mengembalikan keunggulan manufaktur Intel yang telah dikalahkan oleh Taiwan Semiconductor Manufacturing Co (TSMC).
Pat Gelsinger juga berusaha membawa Intel keluar dari bisnis tradisionalnya sebagai pembuat prosesor untuk komputer dan server, menuju pasar baru sebagai produsen chip untuk perusahaan lain.
Gelsinger tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.
Sebagai bagian dari rencananya, Pat Gelsinger mengumumkan ekspansi besar-besaran, termasuk pembangunan kompleks manufaktur di Ohio dengan dukungan subsidi federal melalui Chips and Science Act. Namun, strategi ini belum memberikan hasil yang signifikan.
Pengunduran diri Pat Gelsinger awalnya mendapat sambutan positif dari investor, dengan saham Intel naik hingga 6% sebelum kembali turun 0,5% menjadi US$23,93 pada penutupan pasar. Saham Intel kini telah merosot 52% sepanjang tahun ini.
Tantangan bagi CEO berikutnya sangat besar. Mereka harus menghadapi pesaing yang memiliki sumber daya lebih besar, seperti Nvidia, yang mendominasi pasar kecerdasan buatan (AI). Upaya Intel untuk masuk ke pasar ini belum membuahkan hasil, sementara Nvidia telah merebut pangsa pasar yang sebelumnya dikuasai Intel.
"Intel perlu fokus pada produk unggulan untuk merebut kembali kepercayaan pelanggan dan investor," ujar Frank Yeary.
Krisis di Intel juga menjadi pukulan bagi ambisi pemerintah AS dalam menghidupkan kembali industri semikonduktor domestik.
Pat Gelsinger adalah pendukung utama Chips and Science Act, yang memberikan subsidi besar untuk memperkuat manufaktur chip di AS.
Namun, pemerintahan Presiden terpilih Donald Trump telah mengkritik program ini dan menyebutnya sebagai "kebijakan buruk." Beberapa anggota Partai Republik bahkan mengancam untuk merevisi atau mencabut undang-undang tersebut.
Intel, yang dulunya mendominasi industri dengan anggaran besar untuk inovasi, kini menghadapi utang lebih dari US$50 miliar. Perusahaan ini juga harus memangkas tenaga kerja hingga 15% untuk mengurangi biaya operasional.
Mencari pengganti Gelsinger bukan tugas mudah. Beberapa nama yang sempat disebut, seperti Lisa Su dari Advanced Micro Devices (AMD), dianggap sebagai kandidat potensial. Namun, tekanan untuk memimpin perusahaan dalam kondisi saat ini membuat posisi CEO Intel menjadi kurang menarik dibanding masa-masa kejayaan sebelumnya.
Kepergian Gelsinger membuka peluang bagi Intel untuk mengadopsi strategi baru yang lebih kompetitif. "Meskipun Gelsinger berhasil memajukan beberapa peta jalan Intel, skala perusahaan saat ini tidak cukup untuk bersaing di manufaktur kelas dunia," kata analis Chris Caso dari Wolfe Research.
(bbn)