Bahlil juga menyampaikan bahwa transisi energi menjadi fokus utama pemerintah Indonesia. "RUPTL 2025—2033 kami rancang dengan target 60% energi baru terbarukan. Kami berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada 2060, bahkan mendorong agar bisa lebih cepat pada 2050," tutur Bahlil.
Kerja Sama Nuklir
Di sisi lain, Bahlil mengungkapkan optimisme terhadap potensi kerja sama dengan Kanada di bidang energi nuklir. Menurut dia, Kanada adalah salah satu negara terdepan dalam pengembangan nuklir.
“DPR telah menyetujui penggunaan tenaga nuklir, dan kami menargetkan regulasinya selesai pada 2025. Implementasinya akan dimulai secara bertahap pada 2032," ungkap Bahlil.
Bahlil turut menyoroti potensi besar Indonesia dalam energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA); seperti PLTA di Kalimantan tepatnya di sungai Kayan sebesar 12 gigawatt dan di Papua sebesar 23 gigawatt. “Ini adalah peluang besar untuk mendukung transisi energi," tuturnya.
Selain itu, Bahlil juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara teknologi canggih dan harga yang terjangkau. "Teknologinya boleh bagus, tapi harganya jangan terlalu mahal. Kami mencari solusi yang seimbang agar teknologi bisa diterapkan dengan nilai ekonomis yang bijak," tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Mary Ng menegaskan dukungan Kanada terhadap transisi energi berkelanjutan di Indonesia. Komitmen itu dilakukan untuk mendukung transisi energi Indonesia yang adil dan berkelanjutan bersifat substansial.
“Ini termasuk pendanaan iklim global kami sebesar 5,3 miliar dolar Kanada, termasuk Indonesia selama lima tahun terakhir," ujar Mary Ng.
Sebagai bagian dari pendanaan tersebut, sambung Mary Ng, Kanada mendukung proyek-proyek utama dengan Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB), seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi Sarulla di Sumatera Utara dan pembangkit listrik tenaga angin dan surya di Sulawesi Selatan dan Lombok.
Dia juga menyebutkan Kanada bangga menjadi mitra dalam Just Energy Transition Partnership (JETP), yang bertujuan memobilisasi pembiayaan publik dan swasta hingga US$20 miliar untuk mendukung transisi energi Indonesia.
(mfd/wdh)