“Untuk pelanggan dengan status pemungut PPN terverifikasi, perubahan tarif PPN yang disebutkan di atas tidak akan berdampak pada proses penagihan dan pembayaran saat ini,” papar dia.
Nasib PPN Jadi 12%, Jadi atau Tidak?
Rencana penerapan pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% sebelumnya mendapatkan pertentangan, termasuk dari pengusaha. Lantas Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah membuka peluang menunda kebijakan ini, pada akhir November 2024.
Meski begitu Luhut belum memastikan kepastian hal tersebut, pasalnya keputusan penundaan harus melalui rapat bersama. Wacana pengunduran PPN menjadi 12% itu terbuka karena pemerintah tengah menggodok stimulus yang akan diberikan kepada masyarakat.
"PPN menjadi 12% itu sebelum itu jadi harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah. Mungkin lagi dihitung 2 bulan hingga 3 bulan. Ada hitungannya tetapi diberikan ke listrik. Kalau diberikan ke rakyat takut dijudikan lagi nanti," jelas Luhut.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta W. Kamdani mendorong pemerintah menunda kebijakan PPN 12%. Shinta bahkan telah membahas hal ini secara langsung dengan Menteri Keuangan (Kemenkeu) Sri Mulyani.
Nasib jadi tidaknya PPN 12% terhitung mulai 1 Januari 2025 belum diketahui secara pasti. Mensesneg Prasetyo Hadi bilang tarif PPN baru masih dalam pembahasan di internal pemerintah Presiden Prabowo Subianto.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan 'bola' kebijakan PPN 12% ada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat melalui Komisi XI. "Jadi jangan tanya pemerintah, tanya Komisi XI," jelas Airlangga hari Minggu (1/12/2024).
Wakil Ketua Banggar DPR, Wihadi Wiyanto, lantas berpendapat bahwa final perubahan PPN menjadi 12 berada di tangan Presiden Prabowo. Meski begitu, lanjut Wihadi, PPN 12% bersifat parsial dan tidak berdampak pada barang kebutuhan pokok, jasa, pendidikan, dan kesehatan.
"Jadi ini adalah kewenangan daripada eksekutif. Kewenangan eksekutif adalah Presiden. Kami sendiri sebagai legislatif menunggu daripada keputusan tersebut. Banggar sebagai Parlemen sifatnya masih menunggu yang sedang dikaji kembali oleh Kementerian Keuangan RI," kata Wihadi.
(wep)