Sejumlah saham LQ45 yang melemah dalam dan menjadi top losers hingga jadi pemberat IHSG di antaranya PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) yang ambles 7,31%, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang jatuh 5,42%, dan saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang ambruk 5,31%.
Sementara indeks saham utama Asia lainnya justru kompak menapaki jalur hijau. Pada penutupan perdagangan, TW Weighted Index (Taiwan), PSEI (Filipina), Shenzhen Comp. (China), Topix (Jepang), Shanghai Composite (China), Nikkei 225 (Tokyo), CSI 300 (China), SETI (Thailand), Hang Seng (Hong Kong), SENSEX (India), Straits Times (Singapura), KLCI (Malaysia), dan juga Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), yang dengan kenaikan masing-masing mencapai 2,13%, 1,95%, 1,76%, 1,27%, 1,13%, 0,80%, 0,79%, 0,67%, 0,65%, 0,56%, 0,32%, 0,07%, dan 0,06%.
Sementara itu, hanya satu index saham utama yang menemani IHSG di zona merah, yaitu KOSPI (Korea Selatan), dan IHSG yang melemah 0,06%, dan terdalam IHSG 0,95%.
Bursa saham Asia sejatinya tersengat sentimen positif dari data aktivitas ekonomi China yang dirilis menunjukkan aktivitas pabrik terus meningkat pada November.
Hal ini menambah tanda-tanda pemulihan ekonomi sejak Oktober setelah serangkaian langkah stimulus termasuk pemotongan suku bunga diumumkan pada September.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, aktivitas manufaktur China meningkat selama dua bulan berturut-turut, menurut survei swasta.
Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers Index/PMI) manufaktur Caixin menguat menjadi 51,5 bulan lalu, tertinggi sejak Juni, menurut pernyataan yang dirilis Caixin dan S&P Global pada Senin.
“Ekspor tampaknya tetap tangguh, seperti yang ditunjukkan oleh harga angkutan peti kemas ekspor. Hal ini seharusnya mendukung PMI manufaktur Caixin, tetapi mungkin tidak dapat mengimbangi musiman yang tidak menguntungkan untuk indeks tersebut pada November,” mengutip paparan Chang Shu, Kepala Ekonom Asia, bersama David Qu.
PMI untuk Asia di luar China dan Jepang tetap solid dan kuat pada Oktober, di mana indeks menguat ke 51,6. Sementara indikator pesanan ekspor tercatat meningkat paling banyak sejak Mei. Angka di atas 50 menunjukkan pertumbuhan.
Penyebab IHSG Ambles
Sentimen IHSG pada perdagangan hari ini utamanya datang dari dalam negeri. Rilisnya data inflasi RI pada November jadi sebab, yang hasilnya masih menjadi yang terendah sejak Juni 2021.
Seperti diketahui, BPS mengumumkan, Indonesia terjadi inflasi 0,3% pada November dibandingkan dengan Oktober sebelumnya (month-to-month/mtm). Lebih tinggi ketimbang Oktober yang sebesar 0,08% mtm.
Dibandingkan November tahun lalu (year-on-year/yoy), inflasi tercatat 1,55% yoy. Lebih rendah ketimbang realisasi Oktober sebelumnya di 1,71% yoy. Yang menarik dan jadi catatan, inflasi RI masih menjadi yang terendah sejak Juni 2021.
Angka inflasi November juga makin jauh di bawah median target inflasi Bank Indonesia tahun ini di 2,5%.
Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson dalam kajian yang dilansir sebelum pengumuman data inflasi siang ini, melihat rendahnya inflasi di Indonesia terutama karena permintaan yang masih lesu.
“Tekanan harga dari sisi permintaan memudar, dengan penelusuran kami menunjukkan adanya pelemahan konsumsi, investasi, dan manufaktur,” terang Henderson dalam risetnya.
Tekanan makin berat melihat aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi. Ini sudah terjadi selama lima bulan beruntun.
Pada Senin, S&P Global melaporkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI). Di Indonesia, skor PMI manufaktur pada November adalah 49,6.
Angka ini memang membaik ketimbang Oktober yang sebesar 49,2. Namun PMI di bawah 50 berarti aktivitas sedang mengalami kontraksi, bukan ekspansi. PMI manufaktur Indonesia sudah 5 bulan beruntun berada di bawah 50.
Para responden masih melaporkan aktivitas pasar yang sepi, terlihat dari pelemahan daya beli. Sementara, pemesanan ekspor kembali turun. Ini menjadi penurunan selama 9 bulan beruntun dan semakin dalam.
(fad)