"Tugas kita, Pak Wamen, mengawal bahwa komitmen itu bisa betul-betul terlaksana dengan baik di Indonesia. Kita yakin bahwa elevAIte Indonesia bukan langkah terakhir, ini langkah pertama untuk artificial intelligence," ujarnya.
Kemitraan pemerintah dengan Microsoft menjadi bagian dari semangat kolaborasi untuk target mencapai hadirnya teknologi AI. Di sisi lain, pemerintah juga memiliki target kesiapan menyambut era kecerdasan buatan.
"Kementerian [Komdigi] ini semuanya siap untuk menghadapi kecerdasan artifisial, kemudian teman-teman di Kementerian lain kita akan engage juga, dan tentu masyarakat secara umum. Karena kalau masyarakat yang siap, pemerintahnya belum, ini juga menjadi PR [pekerjaan rumah]."
Lima inisiatif utama pemerintah mengadaptasi teknologi AI di antaranya; mendorong kecakapan AI secara nasional, integrasi AI ke industri nasionak, penyiapan keterampilan AI di dunia pendidikan, mendorong keterampilan AI di berbagai komunitas, dan demokratisasi AI bagi tiap individu.
"[Komdigi] semua siap dan bersemangat untuk ikut nanti program-program yang meningkatkan kompetensi dari PNS-PNS atau pegawai kami untuk bisa lebih memahami dan menghadapi era artificial intelligence," lanjutnya,
Andrea Della Mattea, Presiden Microsoft ASEAN menambahkan bahwa kesuksesan inisiatif ini bergantung pada pengembangan keterampilan digital dan penerapan AI yang bertanggung jawab.
Microsoft bekerja sama dengan institusi akademis dan organisasi lokal untuk memastikan program ini berdampak nyata.
Studi menunjukkan bahwa penerapan AI dapat menyumbang US$366 juta PDB Indonesia. Ini setara sekitar 18% pertumbuhan ekonomi tahunan. Namun, Mattea mengingatkan bahwa tantangan terbesar terletak pada keterbatasan kapasitas komputasi awan (cloud), digital, dan talenta AI di Indonesia.
Sehingga ia juga turut meyakini bahwa program elevAIte dapat menjadi langkah awal dalam perjalanan transformasi digital bangsa.
"Itulah kenapa kami melihat kekuatan kolaborasi antara Kementerian, institusi akademis, dan organisasi lain di Indonesia untuk berkumpul, untuk menyadari potensi dari elevAIte, untuk membantu memanfaatkan AI dengan organisasi di Indonesia, untuk membantu memanfaatkan transformasi digital, dan untuk membangun kemampuaan talenta dan kemampuan AI di Indonesia," kata Mattea.
"Kami percaya bahwa dengan mengumpulkan semua elemen ini, kami bisa mendukung dan memanfaatkan Indonesia untuk memiliki masa depan yang lebih aksesibel dan inklusif," pungkas dia.
Dharma Simorangkir, Presiden Direktur Microsoft Indonesia, menambahkan bahwa keterampilan AI adalah bekal penting, mengingat 70% penduduk saat ini telah berusia produktif.
Data Work Trend Index yang Microsoft dan LinkedIn tahun 2024 menyebutkan bahwa 69% pemimpin di Indonesia menyatakan bahwa mereka tidak akan merekrut seseorang tanpa keterampilan AI.
Selanjutnya, sebanyak 76% cenderung merekrut kandidat dengan pengalaman kerja yang lebih sedikit namun handal menggunakan AI, dibandingkan kandidat berpengalaman tanpa kemampuan AI.
Lewat hadirnya program elevAIte Indonesia diharapkan muncul pembekalan AI secara bertanggung jawab. "Mulai dari menggunakan tools AI agar dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat dan dengan kualitas yang lebih baik, hingga mengembangkan solusi AI untuk menciptakan nilai tambah dan menjawab permasalahan nasional yang paling mendesak," terang Dharma.
Manfaat AI: efisiensi layanan publik hingga kontrol internet sehat
Meutya menegaskan bahwa teknologi kecerdasaan buatan atau AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
"AI yang kita harapkan juga bisa meningkatkan efisiensi layanan publik dan juga tentu yang terkait dengan kementerian Komdigi adalah bagaimana juga membantu mengawasi ruang-ruang digital kita menjadi ruang digital yang lebih sehat," kata Meutya.
Program AI, lanjutnya, juga dapat bermanfaat mempekuat literasi digital. Bahkan Meutya menekankan, lewat AI memungkinkan orang memahami teknologi tanpa harus menjadi ahli coding atau lulusan ilmu teknik.
"Kita nggak perlu lagi belajar terlalu banyak coding dan AI. Orang tidak harus lulusan ilmu teknik saja untuk bisa menjadi master of AI. Teknologi itu memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menjadi orang yang pintar dan mengerti teknis dibantu oleh kecerdasan artificial," terangnya.
Selain teknologi, Meutya tetap menekankan kepercayaan masyarakat terhadap AI menjadi elemen penting dalam keberhasilan transformasi digital tersebut. Oleh karenanya, Kemenkomdigi akan mendorong literasi digital yang menjadikan AI sebagai topik pembicaraan sehari-hari.
"Karena trust itu menjadi juga elemen yang penting dalam menerima AI. Dan sekarang diskusi-diskusi Artificial Intelligence ini kita dorong terus. [...] jadi untuk literasi digital nanti ada apa, dari BPSDM [Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia], juga bagaimana kita membuat AI ini bukan sesuatu yang aneh, tapi sesuatu yang memang dapat diperbincangkan hari per hari," tuturnya.
(wep)