Lebih detil, menurut dia, laporan justru masuk dari kubu pasangan calon yang biasanya menuduh petahana melakukan kecurangan; atau kubu petahana yang menuduh pasangan calon penantang melakukan kecurangan.
Selain itu, ada juga laporan berkaitan dengan ASN; baik soal tuduhan ketidaknetralan atau pun adanya ajakan tidak netral dari pasangan calon.
"Setiap dugaan juga harus dibuktikan dengan data dan ditindaklanjuti dengan proses hukum," ujar Bima.
PDIP memulai tuduhan keterlibatan polisi atau Parcok usai jagoannya tumbang di Pilkada Jawa Tengah dan Pilkada Sumatera Utara. Dalam dua kontestasi politik ini, para calon memiliki kaitan dengan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) -- mantan kader PDIP yang mulai berseberangan sejak Pemilu 2024.
Pada Pilkada Jawa Tengah, Jokowi memberikan endorsemen dengan ikut kampanye pasangan calon Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen. Berdasarkan hitung cepat, keduanya kemudian meraih kemenangan hingga 58-59% suara padahal sejumlah survei menunjukkan mereka kalah dari jagoan PDIP, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi.
Sedangkan Pilkada Sumut, peran Jokowi melekat pada status calon gubernur, Bobby Nasution sebagai menantu atau suami Kahiyang Ayu. Bersama cawagub dari Partai Golkar, Surya; mereka meraih suara hingga lebih dari 60% berdasarkan hitung cepat. Mereka menumbangkan PDIP yang mengusung petahana Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala.
(azr/frg)