"Hal ini dipengaruhi oleh pemberlakuan kebijakan relaksasi impor yang telah berkonsekuensi terbuka pintu seluas-luasnya bagi produk jadi impor dan telah membanjiri pasar Indonesia," kata Febri menegaskan.
Dia mengilustrasikan perbandingan instrumen trade measures yang dimiliki Indonesia dengan negara lain yang menunjukkan betapa telanjangnya pasar domestik Indonesia. Sebagaimana diketahui, trade measures adalah instrumen kebijakan yang diberlakukan oleh negara-negara WTO untuk menghambat masuknya produk impor ke pasar domestik mereka.
Indonesia, kata dia, memiliki 207 jenis instrumen ini untuk menahan laju impor masuk ke pasar domestik. Sementara anggota WTO lain seperti RRT dan Amerika berturut-turut memiliki 1.569 dan 4.597 jenis instrumen trade measures. Bahkan di negara-negara ASEAN, instrumen trade measures Indonesia jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Thailand, Philipina, dan Singapura yang memiliki instrumen trade measure masing-masing sebesar 661, 562, dan 216.
Selama ini, sambung Febri, Kemenperin terus mendorong pemberlakuan instrumen pengamanan terhadap Industri Dalam Negeri yang mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius akibat lonjakan produk impor yang sejalan dengan aturan World Trade Organization (WTO) berupa trade remedies, di antaranya adalah Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).
Dia mengingatkan permintaan adalah kunci bagi kinerja sektor pada masa depan. Tanpa adanya peningkatan penjualan, yang masih jauh dari kepastian meskipun perusahaan optimis, kata dia, performa sektor ini kemungkinan akan tetap tertekan dalam waktu mendatang.
“Kurangi masuknya barang legal yang murah dan terus perangi masuknya barang ilegal,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi. Ini sudah terjadi selama 5 bulan terakhir. Pada Senin (2/12/2024), S&P Global melaporkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI). Di Indonesia, skor PMI manufaktur pada November adalah 49,6.
Angka ini memang membaik ketimbang Oktober yang sebesar 49,2. Namun PMI di bawah 50 berarti aktivitas sedang mengalami kontraksi, bukan ekspansi.
PMI manufaktur Indonesia sudah 5 bulan beruntun berada di bawah 50.
(ain)