Sekadar catatan, asumsi pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 adalah 5,2%. Sementara, asumsi inflasi adalah 2,5%.
Sebelumnya, kekhawatiran bahwa kenaikan rata-rata upah minimum sebesar 6,5% pada 2025 akan memicu gelombang PHK disampaikan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan kenaikan upah minimum seperti upah minimum provinsi (UMP) yang cukup signifikan akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya yang berisiko meningkatkan biaya produksi.
Kenaikan biaya produksi itu, kata Shinta, pada akhirnya akan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar domestik dan internasional, di tengah adanya tantangan ekonomi.
"Sehingga hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang PHK serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” ujar Shinta dalam siaran pers, dikutip Senin (2/12/2024).
Melansir publikasi Kementerian Tenaga Kerja, pada Oktober lalu, terdapat 63.947 orang pekerja yang kehilangan pekerjaan karena vonis PHK. Dibandingkan Oktober 2023, angka itu melonjak 40% dan sudah hampir melampaui total kejadian PHK sepanjang tahun lalu.
Senada Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam memaparkan, bagi dunia usaha, kenaikan upah minimum ini bukan tentang setuju atau tidak setuju, tetapi persoalan mampu atau tidak mampu untuk memenuhi kenaikan tersebut.
Jika perusahaan tidak mampu menanggung kenaikan biaya tenaga kerja, kata Bob, maka keputusan rasional terhadap penghitungan usaha akan dapat terjadi ke depan.
"[Penghitungan usaha] yaitu penundaan investasi baru dan perluasan usaha serta efisiensi besar-besaran yang dapat berdampak pada pengurangan tenaga kerja, atau keluarnya usaha dari sektor industri tertentu," ujar Bob.
(ain)