"Bulan November memang tidak ada event ataupun kenaikan permintaan tidak sebesar di bulan-bulan sebelumnya, kita tidak bisa mengambil kesimpulan [penyebabnya] karena pelemahan permintaan atau tidak. Karena sebagian besar inflasi rendah di bulan November lebih didorong penurunan harga-harga di komponen harga bergejolak, jadi harga-harga pangan stoknya sedang melimpah," kata Plt Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti dalam taklimat media siang hari ini.
Amalia menjelaskan, secara garis besar, rendahnya inflasi pada November 2024 secara tahunan adalah karena harga komoditas utama yang mencatat penurunan.
Di antaranya, cabai merah yang mencatat deflasi pada November hingga 54,06% yoy. "Komoditas ini memberikan andil deflasi secara yoy sebesar 0,29%," kata Amalia.
Lalu cabai rawit juga deflasi hingga 43,29% yoy dan andil terhadap deflasi tahunan hingga 0,18%.
Berikutnya adalah bensin. Harga bensin mencatat deflasi 1,93% yoy pada November dan memberikan andil deflasi 0,10%.
Yang menarik dicermati, inflasi yang mencatat tingkat terendah dalam lebih dari 3 tahun terakhir itu juga terjadi ketika harga beras masih mencatat inflasi tahunan.
Harga beras di tingkat Grosir secara tahunan masih mencatat inflasi 0,54%. "Sedangkan di tingkat eceran, harga beras mengalami inflasi secara tahunan 2,8%," kata Amalia.
Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson dalam kajian yang dilansir sebelum pengumuman data inflasi siang ini, melihat rendahnya inflasi di Indonesia terutama karena permintaan yang masih lesu.
“Tekanan harga dari sisi permintaan memudar, dengan penelusuran kami menunjukkan adanya pelemahan konsumsi, investasi, dan manufaktur,” kata Henderson dalam risetnya.
Mengacu data Bank Indonesia, pada Oktober, tingkat konsumsi (consumption rate) di Indonesia terlempar ke level Januari yaitu di 74,5%. Pada saat yang sama, tingkat tabungan (saving rate) masyarakat terus turun ke level 15%. Padahal pada Maret lalu sempat menyentuh 17%.
Hal itu mengindikasikan masih berlangsung fenomena 'makan tabungan' alias mantab di rumah tangga Tanah Air. "Data itu menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia masih mengorbankan tabungannya untuk mempertahankan daya beli," kata Macro Strategist Mega Capital Lionel Priyadi dalam kajiannya, akhir pekan lalu.
Tingkat konsumsi sehari-hari juga masih berada dalam tren penurunan di mana pada Mei lalu sempat berada di posisi 104,6, akan tetapi pada Oktober menyentuh level 95,0.
Kelesuan konsumsi masyarakat pada akhirnya telah menyeret kinerja penjualan ritel. Indeks Penjualan Riil pada Oktober jatuh ke level terendah dalam setahun terakhir yaitu di 209,5, setelah memuncak pada Lebaran lalu di angka 236,3, April lalu.
Secara tahunan, kinerja penjualan ritel pada Oktober hanya tumbuh 1%, terendah sejak April. Adapun secara bulanan, penjualan ritel bahkan beberapa kali membukukan kontraksi (tumbuh negatif) selama periode Mei-Oktober kecuali pada Juni yang naik sedikit 0,4% dan Agustus sebesar 1,7%.
(rui)