Logo Bloomberg Technoz

Subsidi, Bansos, Resesi, dan Ancaman Krisis Utang

Ruisa Khoiriyah
25 January 2023 07:09

Ilustrasi Rupiah (Brent Lewin/Bloomberg)
Ilustrasi Rupiah (Brent Lewin/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Pandemi yang membekap dunia sejak 2020 mungkin sudah mulai menjinak akan tetapi buntutnya masih menyesakkan sampai detik ini. Perlambatan ekonomi menjadi kenyataan baru setelah perekonomian dunia melewati serangkaian krisis, mulai dari krisis energi, krisis geopolitik yang menyulut inflasi di hampir seluruh penjuru dunia.

Situasi perlambatan ekonomi, menurut perkiraan Bank Dunia (World Bank) akan berlangsung lebih lama dari perkiraan, setidaknya sampai 2024 nanti.

David Malpass, Kepala Bank Dunia, mengungkapkan dalam sebuah wawancara pada Minggu (22/1/2023), untuk menolong masyarakat yang tercekik situasi perekonomian yang suram, pemerintah negara-negara sebaiknya memperbanyak bantuan sosial dalam bentuk subsidi atau insentif untuk warganya. Subsidi bisa membantu masyarakat menghadapi tekanan inflasi yang tinggi di tengah penurunan pendapatan. 

Namun, di saat yang sama, pengucuran subsidi terus menerus untuk menolong perekonomian pasca pandemi itu melahirkan pula masalah baru yang tidak bisa dikecilkan, yaitu lonjakan utang yang bisa memicu krisis utang di masa depan.

Subsidi Jadi Obat

Subsidi dalam bentuk bantuan langsung tunai atau berbagai insentif sejatinya sudah menjadi senjata umum pemerintah negara-negara agar perekonomian tetap terstimulasi. Indonesia sebagai contoh. Sejak pandemi meletus pada 2020, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menganggarkan hampir Rp 1.900 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) selama tiga tahun.