Kekhawatiran akan penurunan produksi menjadi pendorong kenaikan harga CPO. Paramalingan Supramaniam, Direktur Pelindung Bestari, menyebut curah hujan tinggi di sejumlah wilayah Malaysia bisa mempengaruhi produksi CPO.
“Beberapa negara bagian sudah waspada dengan risiko banjir. Masalah pasokan akan menjaga harga CPO tetap di level tinggi,” kata Supramaniam, sebagaimana diwartakan Bloomberg News.
Pada Oktober, Malaysian Palm Oil Board (MPOB) melaporkan stok CPO Negeri Harimau Malaya adalah 1,8 juta ton. Turun 1,35% dibandingkan bulan sebelumnya. Jika cuaca di Malaysia masih buruk, maka stok bisa makin menipis.
Selain itu, kenaikan harga CPO juga dibantu oleh perkembangan harga minyak nabati lainnya. Akhir pekan lalu, harga minyak kedelai di bursa Dalian (China) melesat 1,49%.
Sementara harga minyak biji bunga matahari naik 0,8%. Lalu harga minyak rapeseed juga naik 1,5%.
Saat harga minyak nabati pesaing makin mahal, maka keuntungan beralih ke CPO menjadi meningkat. Maklum, berbagai komoditas tersebut memang bisa saling menggantikan.
Analisis Teknikal
Bagaimana dengan perkiraan harga CPO pada Desember? Apakah bakal naik lagi atau justru terkoreksi?
Secara teknikal dengan perspektif bulanan (monthly time frame), CPO masih mantap di zona bullish. Terbukti dengan Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 62,09. RSI di atas 50 menunjukkan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Akan tetapi, investor patut waspada karena indikator Stochastic RSI sudah menyentuh 100. Paling tinggi, sangat jenuh beli (overbought).
Dengan demikian, harga CPO berisiko mengalami koreksi. Maklum, kenaikannya sudah begitu tinggi.
Target support terdekat ada di MYR 4.945/ton. Jika tertembus, maka MYR 4.872/ton bisa menjadi target selanjutnya.
Sedangkan target resisten terdekat adalah MYR 5.064/ton. Penembusan di titik ini berpotensi membawa harga CPO naik lagi menuju MYR 5.194/ton.
(aji)