Emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS, Ketika mata uang Negeri Paman Sam menguat, maka emas jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas akan turun, harga pun mengikuti.
Apresiasi dolar AS disebabkan oleh terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS dalam Pemilu 5 November lalu. Trump diperkirakan bakal menerapkan kebijakan fiskal ekspansif, sehingga kebutuhan utang AS akan naik. Artinya, Negeri Paman Sam akan butuh lebih banyak dolar untuk membiayai anggaran negara.
Selain itu, Trump juga kemungkinan bakal menerapkan kebijakan luar negeri yang agresif dengan kecenderungan mengutamakan kepentingan domestik. Tarif bea masuk impor dari berbagai negara akan dinaikkan.
Ini berarti AS bisa kembali terjebak dalam iklim inflasi tinggi. Saat terjadi tekanan inflasi, maka bank sentral Federal Reserve akan ragu dalam melonggarkan kebijakan moneter, laju penurunan suku bunga acuan akan tersendat.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas menjadi kurang menguntungkan saat suku bunga masih tinggi.
Analisis Teknikal
Jadi bagaimana dengan prospek harga emas pekan ini? Apakah mampu bangkit atau malah turun lagi?
Secara teknikal dengan perspektif mingguan (weekly time frame), emas masih bertahan di zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 59,09. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Sementara indikator Stochastic RSI ada di 16,12. Sudah di bawah 20, yang berarti tergolong jenuh jual (oversold).
Oleh karena itu, harga emas berpeluang naik pekan ini. Cermati pivot point di US$ 2.662/troy ons. Jika tertembus, maka Moving Average (MA) 5 di US$ 2.669/troy ons bisa menjadi target selanjutnya.
Apabila tertembus lagi, maka MA-10 di US$ 2.678/troy ons berpotensi menjadi resisten berikutnya.
Adapun target support terdekat adalah US$ 2.637/troy ons. Penembusan di titik ini berisiko membawa harga emas melemah ke arah US$ 2.612/troy ons.
(aji)