Indonesia, sejak pandemi merebak, menganggarkan hampir Rp1.900 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) selama tiga tahun dalam bentuk subsidi, bantuan sosial hingga berbagai jenis insentif serta rileksasi. Dari mana membiayai itu semua ketika pandemi telah merontokkan penerimaan negara? Dari mana lagi bila bukan dari utang. Yaitu melalui penerbitan surat utang negara (SUN/SBN).
Sepanjang 2020-2023, suplai obligasi di pasar naik hampir 2x lipat dari Rp2.900 triliun menjadi Rp5.600 triliun menyusul kebijakan burden sharing pemerintah dan bank sentral dalam upaya membiayai penanganan pandemi Covid-19.
Sampai akhir 2022, realisasi program tersebut telah menyentuh Rp1.631,15 triliun. Mulai tahun ini, pemerintah resmi mengakhiri program PEN seiring menjinaknya pandemi di Indonesia.
Amankah beban utang Indonesia?
Berdasarkan publikasi Kementerian Keuangan RI, posisi utang pemerintah sampai 31 Maret 2023 mencapai Rp7.879,07 triliun, naik Rp17,39 triliun dari posisi bulan sebelumnya.
Posisi utang RI itu membawa rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) naik menjadi 39,17%, dibandingkan 39,09% pada Februari 2023. Sedang bila dibanding Maret 2022, kenaikan utang pemerintah RI tercatat sebesar Rp826,57 triliun.
Pemerintah mengklaim, rasio utang itu masih aman mengingat aturan yang ada saat ini yaitu melalui UU Nomor 17/2023 tentang Keuangan Negara membatasi rasio utang maksimal 60% PDB.
Namun, perlu dicatat, sebelum pandemi, rasio utang RI baru sebesar 30,2%. Mengacu pada batas aman rasio utang terhadap PDB menurut International Monetary Fund (IMF), posisi rasio utang terhadap PDB per 31 Maret 2023 itu sudah melampaui batas aman di kisaran 25%-35%.
Mayoritas utang pemerintah RI didominasi oleh utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) yang nilainya mencapai Rp7.013,58 triliun. Di mana SBN dalam denominasi valas mencapai Rp1.354,81 triliun.
Selain utang dalam bentuk SBN, ada juga pinjaman dari dalam negeri maupun luar negeri mencapai Rp865,48 triliun. Khusus untuk pinjaman luar negeri yang nilainya mayoritas yaitu mencapai Rp844,17 triliun, sebanyak Rp264,69 triliun adalah utang bilateral, lalu sebesar Rp527,13 triliun merupakan pinjaman multilateral dan pinjaman bank komersial sebesar Rp52,35 triliun.
Pemerintah menyebut, per akhir Maret 2023, profil utang jatuh tempo Indonesia terbilang cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity) adalah 8 tahun.
Utang luar negeri
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per akhir Februari 2023 tercatat US$400,1 miliar. Nilai itu setara dengan Rp5.882,67 triliun, atau menurun 3,7% secara tahunan. Penurunan itu didorong oleh menurunnya utang luar negeri sektor publik (pemerintah dan bank sentral) maupun sektor swasta.
"ULN pemerintah mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Posisi ULN pemerintah pada Februari 2023 tercatat US$ 192,3 miliar, lebih rendah dibandingkan posisi bulan sebelumnya sebesar US$ 194,3 miliar. Secara tahunan, ULN pemerintah mengalami kontraksi pertumbuhan yang lebih dalam, dari 2,5% pada Januari 2023 menjadi 4,4% pada Februari 2023," jelas Bank Indonesia dalam pernyataan resmi yang dimuat di website bank sentral.
Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih terjaga di kisaran 29,9%, sedikit menurun dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 30,3%. Selain itu, struktur ULN Indonesia masih didominasi oleh ULN jangka panjang, dengan pangsa mencapai 87,6% dari total ULN.
(rui)