Logo Bloomberg Technoz

Selain Sri Lanka, negara-negara Afrika seperti Ghana, Chad, Ethiopia dan Zambia juga masih berjibaku menghadapi tekanan utang yang mencekik, terutama dengan posisi China sebagai kreditur utama.

Pada akhir 2021, negara-negara miskin yang berhak mengakses pinjaman International Development Association (IDA) Bank Dunia harus membayar bunga utang luar negeri jangka panjang senilai US$46,2 miliar. Angka itu setara dengan 10,3% dari penerimaan ekspor barang dan jasa serta 1,8% dari pendapatan nasional bruto (Gross National Income/GNI).

“Untuk 2022, pembayaran bunga utang luar negeri jangka panjang diperkirakan naik 35% menjadi US$62 miliar. China akan menjadi penerima pembayaran bunga utang terbesar yakni 66%,” lanjut laporan Bank Dunia.

Kekhawatiran soal risiko krisis utang juga disuarakan oleh S&P Global Ratings. Ke depan, utang akan terus menumpuk dan pada akhirnya bakal menciptakan masalah. S&P memperkirakan total utang dunia (pemerintah, korporasi, dan rumah tangga) pada 2030 bisa mencapai 366% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada 2022, total utang dunia ada di 349% PDB.

"Permintaan utang akan meningkat. Apakah itu untuk menolong rumah tangga menghadapi peningkatan biaya hidup, mitigasi perubahan iklim, pembangunan infrastruktur, dan sebagainya. Untuk mencegah krisis, keseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan sangat dibutuhkan," sebut laporan S&P yang ditulis oleh Terry Chan dan Alexandra Dimitrijevic.

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani dalam sebuah forum pada Januari lalu menggarisbawahi isu utang global yang menjadi risiko perekonomian 2023. Secara statistik, demikian ujar mantan petinggi World Bank itu, sebanyak 63 negara memiliki kondisi utang yang mendekati atau tidak sustainable.

Negara-negara Asia Selatan seperti Bangladesh, Pakistan, dan Sri Lanka, sedang berada dalam kondisi tertekan oleh utang (debt stress). “Jadi, dunia di tahun 2023, pada saat harus menjinakkan inflasi dan dipaksa menaikkan suku bunga dan pada saat debt stock-nya tinggi pasti akan memberikan dampak," ungkap Sri.

(rui/dba)

No more pages