Logo Bloomberg Technoz

Nyaris keseluruhan sektoral saham membukukan pelemahan. Paling dalam adalah saham-saham energi dengan runtuh mencapai 2,81%. Menyusul saham barang baku dan saham infrastruktur yang masing-masing melemah 1,13% dan 0,85%.

Tidak hanya IHSG, nyaris keseluruhan indeks saham utama Asia juga terbenam di zona merah. Hang Seng (Hong Kong), jadi yang paling parah dengan ambles 1,20%.

Bursa Saham Asia lain yang juga menapaki jalur merah, menyusul PSEI (Filipina), CSI 300 (China), Shenzhen Comp (China), Shanghai Composite (China), KLCI (Malaysia), SETI (Thailand), dan TW Weighted Index (Taiwan), yang terpangkas amat signifikan dengan masing-masing drop 0,96%, 0,88%, 0,65%, 0,43%, 0,42%, 0,17%, dan 0,16%

Sementara itu, Topix (Jepang), Straits Time (Singapura), dan NIKKEI 225 (Tokyo) yang berhasil menguat dengan kenaikan 0,82%, 0,0,79%, dan 0,56%.

Sentimen yang mewarnai laju Bursa Asia hari ini datang dari global yang semakin meningkat ketidakpastiannya akan momen pemangkasan suku bunga The Fed di Desember mendatang.

Kenaikan inflasi Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (Inflasi Personal Consumption Expenditures Price Index/PCE) inti jadi sorotan utama, yang menjadi acuan utama The Fed dalam menentukan kebijakannya, menunjukkan percepatan pada Oktober dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal ini menyeret pendekatan hati-hati Bank Sentral dalam mempertimbangkan pemangkasan suku bunga acuan.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Biro Analisis Ekonomi pada Rabu, inflasi PCE inti—yang tidak memasukkan komponen makanan dan energi—mencatat kenaikan 2,8% dibandingkan dengan Oktober tahun lalu, dan 0,3% secara bulanan. 

Dalam basis tahunan rentang tiga bulan—acuan yang sering digunakan ekonom untuk melacak tren inflasi—inflasi PCE inti tersebut juga meningkat 2,8%.

Pendapatan Pribadi yang disesuaikan dengan inflasi juga mencatat kenaikan 0,4% pada Oktober, yang merupakan peningkatan tertinggi sejak Januari.

Data-data terbaru tersebut mendukung pernyataan pejabat The Fed, di mana belum ada urgensi untuk memangkas suku bunga selama pasar tenaga kerja tetap sehat dan ekonomi terus tumbuh.

Meskipun inflasi masih membutuhkan waktu untuk kembali ke target 2%, prospek kebijakan moneter menjadi lebih rumit –ditambah lagi dengan agenda ekonomi Presiden Terpilih Donald Trump.

“Langkah terakhir menuju stabilitas harga dihambat oleh inflasi yang masih ‘lengket’ dan tantangan di sepanjang jalan,” kata Quincy Krosby dari LPL Financial.

(fad)

No more pages