Logo Bloomberg Technoz

Tidak hanya metanol, Bahlil menyebut hingga saat ini Indonesia masih mengimpor etanol sebagai bahan baku bioetanol. Dengan membangun pabrik etanol di dalam negeri, dia berharap produksi bioetanol bisa dipercepat.

“Dan sekarang kita lagi dorong untuk membangun pabrik etanol, baik dari tebu maupun dari singkong, karena biodiesel campurannya kan CPO etanol atau metanol dan sebagian dari solar. Nah, kalau kita dorong ke depan B50, kita memakai solar dari produksi dalam negeri. Jadi selisihnya enggak lagi kita impor. Sudah cukup,” jelas Bahlil.

Pasokan CPO

Lebih lanjut, Bahlil menegaskan kebutuhan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) untuk sektor energi dalam memproduksi biodiesel tidak akan mengurangi sedikitpun alokasi CPO untuk pangan, khususnya minyak goreng.

Palingan kapasitas ekspor kita yang akan kita kurangi untuk alokasinya dipakai sebagian ke [biodiesel] di dalam negeri,” ujar dia. 

Dampak mandatori biodiesel ke ekspor CPO./dok. BMI

Menurutnya, pemerintah akan mengedepankan kepentingan dalam negeri. Dia pun tidak menghiraukan kepentingan negara lain jika kekurangan pasokan CPO, lantaran Indonesia berencana mengurangi ekspor minyak sawit untuk memenuhi kebutuhan biodiesel domestik.

Sebelumnya, Bahlil mengatakan implementasi program biodiesel B50 ditargetkan terealisasi pada 2026. Saat ini B50 masih melalui serangkaian tahapan uji coba teknis. Adapun, B40 akan diterapkan per 1 Januari 2025.

Di sisi lain, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman telah mengumumkan pemerintah bakal memangkas volume ekspor CPO sebanyak 5,3 juta ton/tahun untuk program biodiesel B50, demi menunjang ambisi swasembada energi.

"Ekspor kita kan 26 juta ton/tahun. Kita untuk mencapai B35, lompat ke B50, butuh 5,3 juta ton/tahun. Kita proses tahun depan, mudah-mudahan paling lambat 2026 selesai" kata Amran kepada awak media di Gedung Kementerian Pertanian, akhir Oktober.

Dengan asumsi prioritas pemenuhan CPO di dalam negeri yang tercukupi, lanjut Amran, maka program B50—atau bauran Solar dengan 50% bahan bakar nabati — sebagaimana dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo dapat tercapai.

"CPO kita produksinya 46 juta ton/tahun. Sekarang dalam negeri kita pakai 20 juta ton/tahun. Kita ekspor 26 juta ton/tahun. Kalau kita mengambil 5,3 juta ton/tahun [untuk B50], berarti enggak ada masalah kan? Karena kita ekspor 26 juta ton/tahun," tegas Amran.

"Kita kurangi [volume ekspor CPO] sesuai kebutuhan dalam negeri. Kita prioritaskan dalam negeri," tuturnya. 

(mfd/wdh)

No more pages