"Hal ini dapat menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas permintaan pasar," kata dia.
Padahal, kata dia, konsumsi domestik adalah pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam situasi saat ini juga daya beli masyarakat masih tertekan, sebagaimana terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024 yang hanya mencapai 4,95% (year-on-year), mengalami penurunan dibandingkan kuartal sebelumnya.
Selain itu, kenaikan PPN dalam situasi seperti ini dapat mengurangi minat belanja masyarakat, memengaruhi kinerja sektor riil, dan memperburuk tekanan ekonomi pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan kelas menengah.
"Kami percaya melihat dampaknya terhadap dunia usaha dan daya beli masyarakat, pemerintah sedang mengkaji waktu terbaik untuk implementasi kebijakan ini agar tidak mengganggu momentum pemulihan ekonomi."
Sebelumnya, peluang kenaikan PPN menjadi 12% diundur disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan.
"Ya pasti hampir pasti diundur. Kita tidak tahu [apakah 1 Januari 2025 tetap berlaku], nanti lihat rapat masih ada berapa lama kan," ujar Luhut kepada awak media, di Jakarta, Rabu kemarin.
Menurut Luhut, wacana pengunduran PPN menjadi 12% itu terbuka karena pemerintah tengah menggodok stimulus yang akan diberikan kepada masyarakat.
Rencananya, stimulus yang akan diberikan adalah bantuan untuk tarif listrik alih-alih bantuan langsung tunai (BLT). Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan oleh masyarakat, termasuk digunakan untuk judi online.
"PPN menjadi 12% itu sebelum itu jadi harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah. Mungkin lagi dihitung 2 bulan hingga 3 bulan. Ada hitungannya tetapi diberikan ke listrik. Kalau diberikan ke rakyat takut dijudikan lagi nanti," ujarnya.
(ibn/lav)