Dalam seminggu terakhir, harga emas masih membukukan koreksi 0,62% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, harga jatuh 3,96%.
Sentimen yang mempengaruhi harga emas adalah rilis data ekonomi di AS. Malam tadi waktu Indonesia, US Bureau of Economic Analysis merilis data Personal Consumption Expenditure (PCE). Ini adalah data yang menjadi preferensi bank sentral Federal Reserve dalam memantau inflasi.
Pada Oktober, laju inflasi PCE berada di 0,2% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sama persis dibandingkan September, tidak berubah.
Sementara dibandingkan Oktober 2023 (year-on-year/yoy), laju inflasi PCE ada di 2,3%. Lebih tinggi ketimbang September yang sebesar 2,1% yoy.
Sedangkan untuk laju inflasi PCE inti (core) pada Oktober, secara bulanan ada di 0,3%. Juga tidak berubah dibandingkan September.
Adapun laju inflasi PCE inti secara tahunan pada Oktober adalah 2,8% yoy. Lebih tinggi dibandingkan September yaitu 2,7% yoy.
Data ini mencerminkan bahwa inflasi di Negeri Paman Sam masih ‘bandel’. Akibatnya, bisa saja The Fed akan lebih hati-hati dalam menurunkan suku bunga acuan.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas akan lebih menguntungkan saat suku bunga turun.
(aji)