“[Kalangan] yang berhak mendapat subsidi inilah saudara-saudara kita yang memang, mohon maaf, ekonominya menengah ke bawah. Sekarang, setelah kita exercise oleh BPS [Badan Pusat Statistik], sekarang sudah satu data. Kita pastikan ada satu data, artinya yang berhak menerima [subsidi BBM] itu pas,” tegas Bahlil.
Gairahkan Daya Beli
Bahlil menjelaskan alasan perubahan skema penyaluran subsidi BBM, yang sebagian dialihkan menjadi BLT, juga ditujukan untuk menggairahkan daya beli masyarakat dan memastikan kuota Solar dan Pertalite betul-betul tepat sasaran.
Di sisi lain, dia belum bisa mengonfirmasi kapan tepatnya kebijakan perubahan skema subsidi BBM tersebut akan diimplementasikan.
“Kalau ditanya kapan, akan diumumkan. Nanti lihat hari dan tanggal yang baik. Habis ini saya akan laporan dengan Menteri Keuangan [Sri Mulyani Indrawati], untuk yang awal-awalnya mungkin kita dorong dahulu untuk bantalan. BLT jalan dahulu,” tuturnya.
Subsidi Listrik Tak Jadi BLT
Pada kesempatan terpisah hari ini, Kepala Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan juga melempar sinyal bahwa wacana pengalihan subsidi energi, khususnya pada listrik, menjadi BLT batal dilakukan pemerintah.
Hal ini sejalan dengan kemungkinan adanya penundaan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% dari tenggat yang semestinya ditetapkan pada 1 Januari 2025.
Luhut mengatakan pemerintah rencananya akan terlebih dahulu memberikan berbagai kebijakan stimulus untuk mendongkrak ekonomi masyarakat, sebelum menaikkan tarif PPN menjadi 12%.
Stimulus tersebut diberikan dalam bentuk subsidi listrik alih-alih bantuan langsung kepada masyarakat dalam bentuk uang. Hal ini, ujar Luhut, ditujukan untuk menghindari penyalahgunaan oleh masyarakat, termasuk digunakan untuk judi online.
"PPN menjadi 12% itu sebelum itu jadi harus diberikan dahulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah. Mungkin lagi dihitung 2 bulan hingga 3 bulan. Ada hitungannya tetapi diberikan ke listrik. Kalau diberikan ke rakyat [dalam bentuk BLT] takut dijudikan lagi nanti," ujar Luhut kepada wartawan, Rabu (27/11/2024).
Namun, Luhut kembali menggarisbawahi skema tersebut baru berupa rancangan atau usulan dan akan difinalkan. "Ya masuk ke listrik, kira-kira begitu. Saya kira nanti akan difinalkan, tetapi rancangannya, usulannya begitu."
Menurut Luhut, pemerintah memiliki anggaran yang cukup untuk stimulus tersebut. Terlebih, kata Luhut, penerimaan pajak Indonesia berada pada level yang bagus.
Sekadar catatan, dalam APBN 2025, total volume BBM bersubsidi dialokasikan sebanyak 19,41 juta kiloliter (kl). Perinciannya, minyak tanah sebesar 0,52 juta kl dan minyak solar sejumlah 18,89 juta kl.
Sementara itu, untuk gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG) 3 kg, pemerintah mengalokasikan volume sebesar 8,2 juta metrik ton.
Penetapan alokasi subsidi ini mengalami penurunan dibandingkan dengan dengan target tahun sebelumnya sebesar 19,58 juta kl, didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM bersubsidi pada 2025 agar lebih tepat sasaran.
Pemerintah sendiri telah mengusulkan untuk mempertahankan besaran subsidi untuk solar sebesar Rp1.000 per liter pada 2025. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kenaikan harga BBM.
Selain BBM dan LPG, pemerintah juga mengalokasikan anggaran Rp90,22 triliun untuk subsidi listrik pada 2025 dan naik dari target 2024 sejumlah Rp73,24 triliun. Angka ini mencakup sisa kurang bayar 2023 sebesar Rp2,02 triliun.
Kenaikan tersebut didorong oleh perkiraan kenaikan jumlah penerima subsidi listrik dari 40,89 juta pelanggan pada 2024 menjadi 42,08 juta pada 2025..
(wdh)